KAU yang telah lama percaya kepada keajaiban, dan
kematian, kau tahu, juga sebuah keajaiban, bukan?
Kau sendiri kini, tapi juga tak lagi sendiri, siapa yang
kau mau, menggandeng tanganmu berjalan di bulan?
Sejak kanak kau menyanyi sebab kau takut dipukul ayah,
Kau telah habis lelah, tapi setelah ini tak lagi akan lelah…
Aku kini lebih mengerti, saat dalam lagu berirama gegas,
kau bicara ekualitas: dan kamu benar, lepas dari soal
kau tepat, atau kau sesat. Maka, kubaca kau esok pagi, di
edisi akhir pekan koran, di sana, lama sudah kita tak jumpa.
Kau yang pernah bilang, “aku letih di bumi sekarat ini!”
Tapi, kau bukan sendiri yang ingin menyembuhkan sakitnya,
memulihkan harapan-harapannya: harapan kau dan aku – kita.
Kau kini tak perlu lagi peduli pada bentuk hidung, dan warna kulit
wajahmu, kukira kau pilih saja warna ungu, biru, atau jingga itu…
(sumber)