Seruni.id – Hari ini saya akan masuk Islam. Itulah kata-kata Max Klein sebelum memutuskan menjadi mualaf. Max adalah seorang remaja 19 tahun yang kerap menghabiskan waktunya untuk berpesta, bermain perempuan, dan minum alkohol. Dia juga suka bersenang-senang.
Diadopsi
Namun ada sisi lain di dalam dirinya. Orangtua yang mengasuhnya sejak kecil bukanlah orangtua kandungnya. Sejak bayi dia sudah diadopsi. Max mengerti apa artinya ini, hal tersebut meninggalkan ruang kosong di dalam dirinya. Itu juga yang membuatnya bertanya-tanya dari mana ia berasal.
Mungkin fakta inilah yang mendorongnya untuk langsung masuk dan membantu di mana pun dia bisa ketika para pengungsi pertama dari Suriah dan negara-negara lain tiba di kota kecilnya.
Berawal pada September 2015 lalu, ketika Max pergi membantu para pengungsi untuk yang pertama kalinya. Ia berusaha mengetuk pintu dan berkata “Saya di sini untuk membantu sampai mereka pegi lagi,” hampir setiap hari dia pergi ke sana.
Di sana, dia membantu membersihkan tempat tidur dan membersihkan lantai. Bahkan, dia juga menemani para pengungsi ke dokter. Selain itu, ia kerap bermain dengan anak-anak hingga malam hari.
“Kami minum teh bersama. Dan saya mendengarkan cerita mereka. Kisah kesedihan. Kisah-kisah tentang perang dan kisah-kisah meninggalkan tanah air dan kehilangan keluarga. Kami juga berbicara tentang agama dan kepercayaan.”
Mempertanyakan Tentang Tuhan
Pada suatu hari, sebuah pertanyaan mengubah segalanya. Seorang guru perempuan dari Lebanon berkatan, “Kamu sangat membantu. Kamu melakukan banyak hal baik. Mengapa kamu tidak memiliki Tuhan?” tanyanya.
Dia terus menerus mengulangi pertanyaan tersebut untuk dirinya. Namun, dia tidak memiliki jawaban apapun. Ia merasa bahwa dia tidak pernah benar-benar memiliki hubungan dengan agama Kristen.
“Saya tidak terhubung dengan gagasan Kristen tentang Tuhan. Tetapi mulai dari malam ini, saya mendengarkan dengan seksama ketika teman-teman pengungsi saya berbicara tentang Islam. Saya mengamati mereka berdoa. Dan saya bertanya pada diri sendiri: bagaimana hidup dengan Allah, hidup sebagai seorang Muslim.”
Lalu, suatu pagi di musim semi 2016, dia terbangun dan berpikir “Saya akan masuk Islam sekarang”. Kala itu, hari Jumat, dia tengah duduk di depan computer dan mencari tahu bagaimana orang bisa menjadi Muslim.
Setelah tahu jawabannya, ia lantas berpakaaian dan mengambil sepeda dan pergi ke masjid kecil yang ada di kota tersebut.
“Saya langsung menemui imam. Saya memperkenalkan diri dan memberi tahu dia bahwa saya ingin menjadi Muslim sekarang. Saya sudah memilih nama Muslim baru saya: Yafer, pembantu.”
Sang ibu terkejut saat mengetahui dirinya telah memeluk Islam. Dan sempat khawatir anaknya itu akan menjadi salah satu dari Muslim yang radikal.
“Dia takut kehilangan saya. Selama dua minggu pertama setelah saya mualaf, dia hanya memasak daging babi. Saya tidak memakannya. Ketika saya mengkonfrontasinya nanti tentang hal itu, dia mengatakan bahwa dia tidak sengaja melakukannya.”
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Kisah Preman yang Masuk Islam Setelah Ditraktir
[/su_box]
Ketika menjadi Muslim, usianya masih 17 tahun. Selama beberapa bulan pertama pasca memeluk Islam, mereka kerap berdiskusi dan argument yang panas. Namun, sekarang sudah lebih baik, dia sangat bersyukur. Sebab ibunya bisa menerima keputusan Max untuk memilih keyakinannya sendiri.
“Alhamdulillah. Ibu saya sekarang menerima keputusan saya. Dia tahu bahwa Islam penting bagi saya. Dan dia menghormati cara hidup saya yang baru.”