Seruni.id – Momies, belakangan ini kita dikejutkan dengan berita seorang muslimah bercadar yang merawat belasan anjing di rumahnya hingga menuai complain dari warga sekitar karena telah mengganggu kenyamanan warga. Nah, sebetulnya haram atau tidak ya bagi seorang muslim yang memelihara anjing?
Memelihara anjing termasuk najis, tetapi apabila seorang muslim bertujuan untuk sekedar menjaga keamanan rumah dengan cara menempatkan anjing di luar ujung komplek, bagaimana menyikapinya? Apa hukum memelihara anjing dalam Islam jika dibenturkan dengan kasus ini?
Pertama secara syariat sudah jelas mengharamkan bagi kita untuk memelihara anjing, jadi siapa yang menentangnya maka hukumannya adalah mengurangi amal baiknya sebanyak 1 atau 2 qirath setiap hari. Kecuali tujuannya untuk berburu, menjaga pertanian dan peternakan.
Baca juga: Lele Yang Diberi Makan Bangkai, Halalkah Dikonsumsi Muslim?
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( مَنِ اتَّخَذَ كَلْباً إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ ، أوْ صَيْدٍ ، أوْ زَرْعٍ ، انْتُقِصَ مِنْ أجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ ) رواه مسلم 1575
“Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga hewan ternak, berburu dan menjaga tanaman, maka akan dikurangi pahalanya 1 hari sebanyak 1 qirath.” (HR. Muslim, no. 1575)
Dari Abdullah bin Umar, radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memelihara anjing, kecuali anjing untuk memelihara ternak, atau berburu, maka akan dikurangi amalnya setiap hari sebanyak 2 qirath.” (HR. Bukhari, no. 5163, Muslim, no. 1574)
Bagaimana Hukum Memelihara Anjing Dalam Islam Jika Memeliharanya di Rumah
Imam Nawawi berkata, “Diperselisihkan dalam urusan memelihara anjing selain untuk tujuan yang 3 di atas, seperti untuk menjaga rumah atau jalanan. Pendapat yang paling kuat adalah dibolehkan, sebagai qiyas dari 3 hal tersebut karena adanya illat (alasan) yang bisa disimpulkan yaitu “kebutuhan”.
Syarh Muslim, 10/236.
Syekh Ibn Utsaimin rahimahullah berkata, “Dengan demikian, rumah yang letaknya di tengah kota, tak ada alasan untuk memelihara anjing demi keamanan, maka memelihara anjing untuk tujuan tersebut dalam kondisi seperti itu diharamkan, tidak boleh, dan akan mengurangi pahala pemiliknya 1 qirath atau 2 qirath setiap harinya.
Mereka harus segera mengusir anjing tersebut dan tidak boleh memeliharanya. Adapun kalau rumahnya terletak di pedalaman, sekitarnya sepi tidak ada orang bersamanya, maka ketika itu dibolehkan memelihara anjing untuk keamanan rumah dan orang yang ada di dalamnya.
Menjaga penghuni rumah jelas lebih utama dibanding menjaga hewan ternak atau tanaman.” Selesai ‘Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/246.
Dalam mendiskusikan riwayat 1 dan 2 qirath ada beberapa pendapat
Al Hafiz Al Aini Rahimahullah berkata,
Kemungkinan perbedaannya tergantung jenis anjingnya, salah satunya lebih berbahaya. Ada pula yang mengatakan 2 airath jika memeliharanya di kota dan desa, sedangkan 1 qirath jika di pedalaman.
Ada juga yang mengatakan bahwa 2 riwayat tersebut disampaikan dalam 2 zaman yang berbeda. Kali pertama dijelaskan 1 qirath, lalu ancamannya ditambah dan dijelaskan 2 qirath.
Kedua: Adapun ucapan penanya bahwa “Memelihara anjing adalah menyimpan najis” tidak dapat dibenarkan secara mutlak. Karena yang dikategorikan najis adalah bukan anjingnya, tapi liurnya jika dia minum dari sebuah wadah.
Siapa yang menyentuh anjing atau disentuh anjing, maka tak wajib baginya mensucikan diri, tidak dengan debu, tidak juga dengan air. Jika seekor anjing minum dari sebuah wadah, maka air dalam wadah tersebut harus dibuang dan dicuci sebanyak 7 kali, yang ke-8 dicuci menggunakan debu jika dia ingin menggunakannya. Jika wadah tersebut khusus digunakan untuk anjing, maka tidak perlu disucikan.
Baca juga: Bolehkah Memotong Kuku dan Rambut di saat Haid?
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
( طُهُورُ إِنَاءِ أحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الكَلْبُ أنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ ) رواه مسلم ( 279 (
“Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu.” (HR. Muslim, no. 279)
Dalam sebuah riwayat Muslim, (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), “Jika anjing menjilati wadah, maka basuhlah sebanyak tujuh kali, dan yang kedelapan taburkan dengan tanah.” (HR. Muslim, no. 280)
Syaikhul Islam Rahimahullah berkata tentang anjing, ulama berselisih dalam 3 pendapat. Pendapat pertama dari Mahzab Malik bahwa anjing suci termasuk air liurnya.
Pendapat yang ke-2 anjing najis termasuk bulunya yang berasal dari Mazhab Syafi’i dan salah satu dari 2 pendapat dalam Mahzab Ahmad. Lalu pendapat ke-3 yang datang dari Mahzab Abu Hanifah bulu anjing suci dan air liurnya najis.
Majmu Fatwa, 21/530. beliau berkata di tempat lain:
“Hal demikian, karena asal pada setiap benda adalah suci, maka tidak boleh menyatakan sesuatu najis atau haram kecuali berdasarkan dalil. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
( وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُّرِرْتُم إِلَيْهِ ) الأنعام/119 ،
Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. (QS. Al An’am: 11)
Allah juga berfirman,
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi.” (QS. At-Taubah: 115)
Jika demikian halnya, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sucinya wadah kalian apabila dijilat anjing, adalah dengan dibasuh sebanyak tujuh kali, basuhan pertama dengan debu.” (HR. Muslim, no. 279)
Dan dalam hadits lain (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda), “Jika anjing menjilati wadah.” (HR. Muslim, no. 280).
Wallahu a’lam bis showab.
sumber : islamedia.web.id