Seruni.id – Tak sedikit keluarga yang terpecah belah lantaran memperebutkan warisan yang ditinggalkan oleh orangtuanya. Akibatnya, terciptalah pemusuhan antar saudara hingga terputusnya tali silaturahmi. Agar hal ini tidak terus menerus teradi, bagaimana sebenarnya hukum warisan dalam Islam dan cara pembagiannya?
Pengertian Warisan
Sebelum membahas tentang hukum warisan dalam Islam, ada baiknya kita mengetahui lebih dulu mengenai definisi warisan itu sendiri. Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal dunia kepada keluarga yang disebut sebagai ahli waris. Ahli waris yang berhak menerimanya adalah mereka yang memiliki hubungan darah, pernikahan, hubungan persaudaraan, dan hubungan kerabat.
Warisan yang ditinggalkan bisa berupa harta bergerak dan tidak bergerak. Untuk harta bergeraknya seperti kendaraan, tabungan, perhiasan, surat berharga, dan sebagainya. Sedangkan harta tidak bergerak, bisa berupa tanah dan bangunan. Warisan tak sebatas pada harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Sebab, bisa saja seseorang yang telah meninggal dunia meninggalkan utang yang belum sempat dilunasi. Dalam hal ini, alhi waris turut andil dalam menyelesaikan piutang milik mendiang.
Syarat Pembagian Warisan dalam Islam
Dalam hukum Islam, setidaknya ada empat hal yang dijadikan sebagai syarat pembagian warisan, di antaranya yaitu:
- Pewaris yang telah meninggal dunia harus dibuktikan dengan baik dan ada saksi. Hingga kemudian diberitakan sudah meninggal dari pihak yang dipercaya. Jika meninggal di rumah sakit, maka berita tersebut disampaikan oleh dokter atau tenaga medis terkait.
- Untuk ahli waris, mereka harus dalam keadaan hidup meskipun dalam kondisi sekarat.
- Harus ada hubungan antara ahli waris dan pewaris. Baik melalui nasab, hubungan pernikahan, maupun pemerdekaan budak.
- Adanya alasan rinci yang menetapkan ahli waris tersebut berhak mendapatkan warisan tersebut.
Hukum Warisan dalam Islam
Hukum warisan dalam Islam, diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Hukum warisan dalam Islam, harus dilakukan secara hati-hati dan harus sesuai dengan petunjuk; Al-Qur’an. Apabila adanya sengketa, maka penyelesaikan dilakukan melalui Pengadilan Agama. Dalam hukum Islam, ada beberapa pihak yang berhak menerima warisan. Siapa saja mereka dan bagaimana tata cara pembagiannya?
Anak Perempuan
Apabila pewaris hanya memiliki satu anak perempuan, maka anak tersebut berhak memperoleh setengah dari total harta yang ditinggalkan pewaris, yaitu ayahnya. Namun, jika ada dua atau lebih, maka dua pertiga dari total warisan wajib diserahkan kepada mereka. Nilai dua pertiga total warisan tersebut, nantinya dibagi rata untuk kedua anak perempuan.
Istri atau Janda
Istri yang ditinggal meninggal oleh suaminya, maka ia berhak menerima seperempat dari total nilai harta yang ditinggalkan. Namun, ini hanya berlaku jika ahli waris tidak memiliki anak. Lantas, bagaimana jika mereka memiliki anak? Maka warisan yang diperoleh oleh istri seperdelapan bagian dari total nilai harta yang ditinggalkan.
Ayah Pewaris
Hukum warisan dalam Islam, ayah pewaris termasuk ke dalam daftar yang berhak menerima warisan tersebut. Mereka boleh menerima sepertiga bagian dari total warisan yang diwariskan oleh anaknya. Dengan catatan, jumlah tersebut bisa diterima, asalkan pewaris tidak memiliki anak. Jika memiliki anak, maka ayahnya akan mendapatkan bagian yang lebih kecil, yaitu hanya seperenam.
Ibu Pewaris
Apabila pewaris tidak memiliki anak, maka ibunya berhak atas sepertiga dari total nilai harta yang ditinggalkan. Namun, jika ada anak yang ditinggalkan, maka ibunya akan memperoleh seperenam dari total warisan. Namun, hukum warisan tersebut hanya berlaku apabila ibu sudah tidak memiliki suami (karena meninggal dunia). Bila ibu pewaris masih tinggal bersama ayah pewaris, maka ia akan memperoleh sepertiga dari nilai warisan yang sudah dikurangi warisan hak istri pewaris.
Anak Laki-laki
Hukum warisan dalam Islam menyebutkan, bahwa anak laki-laki memiliki jatah warisan lebih besar daripada warisan yang diperoleh dari saudara perempuannya. Namun, bagaimana hukum warisan untuk anak laki-laki tunggal? Dalam hal ini, jika anak laki-laki tunggal yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya, maka ia berhak mendapatkan seluruh dari harta waris. Namun, setelah dikurangi seperenam untuk masing-masing orangtua almarhum.
Bagaimana Hukum Warisan bagi Anak yang Masih di Bawah Umur?
Ketika anak tunggal yang masih di bawah umur, kemudian ia ditinggal meninggal oleh kedua orangtuanya, bagaimanakah tata cara pembagian warisannya? Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang membahas tentang Pokok Perkawinan, yang berbunyi:
“Anak yang belum mencapai umur 18 atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak beada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.”
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Pasal 110 ayat (1) hingga (4), berbunyi:
“Wali berkewajiban mengurus diri dan harta anak yang di bawah perwaliannya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan, dan keterampilan lainnya.”
Lebih lanjut dibahas:
“Wali dilarang mengikat, membebani, dan mengasingkan harta anak yang berada di bawah perwaliannya, kecuali menguntungkan atau tidak dapat dihindarkan.”
Juga:
“Wali bertanggung jawab terhadap harta anak dan mengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya.”
Yang terakhir berbunyi:
“Pertanggungjawaban dari wali harus dibuktikan dengan pembuktian setiap setahun sekali.”
Baca Juga:
- Ancaman bagi Orang yang Memakan Harta Haram
- Cerita Hijrahnya Adrian Maulana, Kehilangan Harta Benda Membuatnya Kembali ke Allah
Jadi, itulah hukum warisan dalam Islam yang dapat Seruni bahas. Semoga dengan mengetahui hukumnya, dapat meminimalisir perdebatan mengenai warisan, juga tidak menjadi bahan untuk diperebutkan. Semoga bermanfaat.