Seruni.id – Tidak bisa dipungkiri, zaman sekarang banyak orangtua yang jauh lebih sibuk dengan ponselnya, daripada meluangkan waktu untuk anak. Saat anak bertanya, orangtua menjawab seadanya, karena perhatian terpusat pada layar smartphone. Ketika anak meminta untuk main di luar, orangtua melarangnya. Tapi di dalam rumah pun, mereka tidak ditemani. Kalau sudah begini, sebenarnya apa yang diinginkan para orangtua? Protesnya mereka? Memangnya anak-anak bisa protes? Tentu! Seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak Jerman berikut ini.
Anak-anak Jerman melakukan demo terhadap orangtuanya yang terlalu sering main HP. Mereka terlihat sama seperti anak berusia tujuh tahun pada umumnya. Salah satunya adalah Emil Rustige.
Protes yang Emil lakukan hingga turun ke jalan, membuatnya berbeda dengan yang lain. Emil mengaku lelah melihat orangtuanya lebih banyak memberikan perhatian pada ponsel, daripada mereka, buah hati yang bernyawa.
Dengan bantuan orangtuanya sendiri, Emil mengorganisasi demonstrasi pada 8 September 2018 lalu, di kota kelahirannya, Hamburg, Jerman. Demo tersebut diikuti oleh 150 orang. Dan slogan unjuk rasa tersebut berbunyi, “Bermain denganku, bukan dengan ponselmu!”
Dilansir oleh Spiegel Online, sebagaimana dikutip dari dari Qz.com pada Jumat (14/9/2018), Emil Rustige mengatakan kepada pers Jerman, bahwa ide demonstrasi tersebut memang lahir dari protes anti-fasisme yang ia hadiri Mei lalu. Ia merasa ide tersebut dapat menyuarakan kegelisahannya. Akhirnya, Emil segera menyampaikan pada orangtuanya, yang memutuskan untuk memberi dukungan.
“Kami di sini, kami protes karena kalian hanya melihat layar ponsel,” ungkap Emil sembari mengangkat papan dengan berbagai tulisan penuh protes.
“Mainlah denganku, bukan dengan ponsel kalian,” lanjut anak-anak Jerman dalam demo tersebut.
Ayahnya yang merupakan seorang dokter anak berusia 37 tahun pun mendaftarkan demonstrasi tersebut ke polisi Jerman. Meskipun keluarganya tidak berpikir jika aksi sang anak akan mendapat banyak perhatian, baik dari media sosial Facebook, hingga media-media di Jerman pun turut melaporkan kejadian tersebut.
Martin Rustige yang tak lain adalah ayah dari Emil, mengatakan kepada Spiegel Online, “Apa yang dikeluhkan oleh Emil adalah saat-saat ketika dia bersama saya, dan mungkin berkomunikasi dengan saya, tapi saya benar-benar tidak ada, karena melakukan hal lain,” jelasnya.
Kecanduan teknologi memang selalu berhasil menjadi topik hangat di banyak negara, termasuk Jerman. Menurut Spiegel Online, beberapa kecelakaan pada anak, baik fisik pun psikis, semakin sering terjadi akibat fokus orangtua yang teralihkan pada ponsel.
“Kalau orangtua tidak menanggapi kontak mata anak-anak mereka, penelitian mengungkapkan jika hal tersebut dapat menyebabkan stres fisik dan hormonal pada sang buah hati,” ujar psikolog, Catarina Katzer.
Pada Januari 2017 lalu pun Kantor Pemuda dan Keluarga di Kota Augsburg, Jerman, menjalankan kampanye bertajuk “Bicara kepada anak Anda!” yang mendesak orangtua untuk mengalihkan ponsel mereka, dan memberikan kontak mata serta perhatian yang cukup, pada anak-anak.
Namun, ada beberapa kalangan yang menuding jika demonstrasi yang digagas oleh Emil ini merupakan aksi publisitas orangtuanya terhadap isu penggunaan teknologi media dalam pengasuhan anak. Tentu hal tersebut langsung ditepis, bahkan ayahnya berani bersumpah bahwa ia tidak mengambil peran apa pun, kecuali mendukung gagasan sang anak.
“Saya adalah orang yang akan berada di belakang barisan demonstrasi, dengan kepala tertunduk, karena saya orang yang dia keluhkan,” tandas Martin.
Baca Juga: Mana yang Harus Didahulukan, Mematuhi Suami atau Orangtua?
Kalau sudah begini, apa anak-anak Indonesia harus melakukan hal serupa, agar kita sebagai orangtua benar-benar bisa melepaskan gadget untuk memberi perhatian dan kasih sayang pada mereka?
Coba direnungkan, kalau detik ini kalian abai pada anak hanya karena ponsel, bagaimana perasaan kalian jika detik berikutnya anak kalian abai pada orangtua, karena napasnya sudah berhenti berhembus? Jangan sampai penyesalan menjadi akhir cerita antara kita dan anak-anak, ya.