Seruni.id – Siapa yang tidak berduka tiap kali menatap bencana? Korban jiwa, luka, hilang, hingga puing-puing bangunan yang hancur lebur, menjadi penanda betapa memilukannya situasi pasca Tsunami Selat Sunda. Namun, perilaku berbeda justru terlihat dari sekumpulan orang yang berfoto di lokasi Tsunami. Apa alasannya? Pantaskah melakukan hal demikian?
Mereka yang menjadikan lokasi Tsunami sebagai latar belakang foto, seolah tak melihat jika di sekelilingnya ada orang-orang yang masih dan sedang berduka. Maka, wajar jika kemudian hal ini mengejutkan, Jamie Fullerton.
Jamie adalah jurnalis The Guardian yang meliput bencana tsunami di kawasan Banten. Ia mengaku terkejut saat melihat beberapa orang melakukan selfie di daerah bencana tersebut, hanya demi eksistensi, serta mendapatkan banyak like di media sosial.
Seperti apa yang dilakukan oleh Solihat dan ketiga temannya. Mereka sudah memilih gaya sendiri-sendiri untuk berpose. Keempat wanita itu berfoto di salah satu pantai di Banten, dengan posenya masing-masing.
“Dan yang paling wah adalah latar belakang selfie mereka merupakan hamparan ladang pembantaian yang dilakukan gelombang tsunami,” tulis Jamie dalam artikel berjudul ‘Destruction gets more likes’: Indonesia’s tsunami selfie-seekers, dalam laman daring The Guardians, Rabu (26/12/2018).
Solihat dan rekan-rekannya berfoto dengan latar belakang lahan yang dipenuhi bangkai mobil, hingga peralatan pertanian yang hancur pasca Tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12) malam, dan menewaskan hampir ratusan jiwa di Banten dan Lampung. Lapangan itu dipenuhi sampah, hingga bangkai yang sudah terurai, semua mengambang jelas.
“Kawasan pantai itu telah dikunjungi oleh sejumlah warga Indonesia yang ingin selfie. Banyak dari mereka yang menempuh perjalanan berjam-jam, hanya untuk berselfie agar semua orang tahu mereka ada di lokasi tsunami,” tulis Jamie.
Baca Juga: Aa Gym Akan Menjadi Orangtua Asuh dari Bungsu Aa Jimmy
Solihat, yang berusia 40 tahun, mengaku pada Jamie jika ia merupakan salah satu dari selfie-seekers. Solihat rela menempuh perjalanan selama dua jam dari tempat tinggalnya di Cilegon. Ia menuturkan, jika dirinya bersama teman-teman datang untuk memberikan sumbangan berupa pakaian, bagi korban tsunami.
“Kami berfoto untuk diunggah ke Facebook, sebagai bukti bahwa kami benar-benar di sini, dan memberikan bantuan,” kata Solihat pada Jamie.
Namun, Solihat tidak terima jika dinilai buruk saat berfoto di kawasan bencana. Sebab ia mengetahui jika banyak orang yang menilai selfie di tempat bencana adalah bentuk kebodohan. Tapi bagi dirinya, selfie di lokasi bencana justru menjadi bentuk agar membuat orang lain bisa bersyukur.
“Ketika orang melihat foto-foto kehancuran ini, maka mereka akan menyadari jika mereka merupakan orang beruntung, karena ada di tempat yang lebih baik. Ini mengingatkan orang untuk bersyukur. Lagipula, foto kehancuran akibat bencana akan mendapatkan banyak like,” tutur Solihat.
Namun, Jamie bertanya, apakah pantas berfoto di lokasi yang besar kemungkinan masih ada jenazah yang belum ditemukan? Dan kendaraan tim SAR serta regu-regu penyelamat dari warga sipil sedang terus berusaha mencari para korban?
“Itu tergantung pada niat Anda. Jika Anda mengambil selfie untuk pamer, maka jangan lakukan itu. Tetapi jika Anda melakukannya untuk berbagi kesedihan dengan orang lain, tidak apa-apa,” ujar Solihat.
Namun, Jamie mencatat pernyataan Solihat itu berbanding terbalik dengan perilaku orang-orang yang datang untuk sekadar berfoto di lokasi Tsunami.
“Tidak banyak orang-orang yang selfie sembari menunjukkan pose sedih,” kata Jamie.
Bahkan, Jamie juga mengakui bahwa ia pernah melihat perempuan yang berpakaian ala tentara, menghabiskan waktu selama setengah jam mencari tempat untuk berpose di tengah puing-puing bangunan dan masih digenangi air setinggi lutut.
Perempuan berpakaian ala militer itu akhirnya asyik berfoto selfie di dekat mobil SUV yang hancur di tengah lapangan.
Sementara, di sisi lain, Bahrudin, pria berusia 40 tahun yang tak lain adalah pemilik mobil tersebut, menyampaikan rasa kesalnya terhadap wisatawan yang sibuk selfie di lokasi bencana. Bahrudin berulang kali mengucapkan kata “sangat kesal, kecewa”, ketika ditanya oleh Jamie tentang apa pendapatnya mengenai ulah wisatawan yang demikian.
Menurutmu pribadi, apakah pantas berfoto di lokasi bencana?