Seruni.id – Sesaat lagi kita akan merayakan hari raya besar Islam yang kedua, yaitu HAri Raya Idul Adha. Yang identik di hari raya ini adalah pelaksanaan penyembelihan hewan kurban. Banyak yang berbondong-bondong untuk berkurban di waktu ini. Namun, jika kita masih memiliki hutang, apakah sebaiknya melunasi hutang dulu sebelum berkurban atau boleh tetap berkurban meski hutang belum lunas ya?
Nah, dikuti dari lama islampos.com, ternyata melunasi hutang lebih utama dan lebih wajib dibanding berkurban di hari Idul Adha. Mengapa demikian? Berikut penjalasannya:
Pertama, Melunasi hutang itu wajib, sedangkan berkurban itu sunah mu’akkadah (sangat ditekankan).
Yang sunah tidak didahulukan dari yang wajib. Bahkan seandainya berpedoman pada pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa berkurban itu wajib, tetap saja melunasi hutang itu didahulukan. Karena berkurban diwajibkan bagi mereka yang memiliki kemampuan, sedangkan orang yang memiliki hutang berarti dia dianggap tidak mampu.
Kedua, Dosa hutang yang belum dibayarkan merupakan satu-satunya dosa yang tidak diampuni oleh Allah Swt meskipun ia seorang yang mati syahid.
Rasulullah Saw bersabda:
Abdullah bin ‘Amru bin al-Ash meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: “Mati sewaktu berjihad di jalan Allah dapat menghapus semua dosa kecuali hutang.” (HR. Muslim).
Membiarkan hutang boleh jadi sangat berbahaya. Dikhawatirkan, orang yang berhutang harus melunasinya di hari kiamat dengan kebaikan-kebaikannya jika Allah tidak lunasi atas namanya. Ini berarti sangat berbahaya. Karena ketika itu, seorang muslim sangat membutuhkan kebaikan walau hanya satu.
Maka jelas dengan hal itu bahwa menunaikan hutang lebih wajib daripada menyembelih hewan kurban. Dikecualikan jika hutangnya bersifat jangka panjang, dan besar kemungkinan orang yang berhutang dapat melunasinya pada waktunya jika dia berkurban pada masa sekarang.
Atau dia telah menyerahkan jaminan yang membuatnya dapat menjamin pelunasan hutangnya jika pada waktunya dia tidak mampu melunasinya. Ketika itu, tidak mengapa dia berkurban sesuai kemudahan yang Allah berikan kepadanya, baginya pahala dari sisi Allah Ta’ala.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah disodorkan jenazah, namun dia tidak menyalatkannya. Hingga suatu hari beliau diantarkan jenazah seorang Anshar, lalu ketika dia melangkah beberapa langkah, beliau bertanya,
“Apakah orang ini punya hutang?” Mereka berkata, “Ya.” Maka beliau berkata, “Shalatkanlah saudara kalian.” Beliau tidak menyalatkannya, hingga Abu Qatadah radhiallahu anhu bangkit dan berkata, “Dua dinar (hutangnya) tanggungan saya.” Maka beliau berkata, “Apakah engkau mau menanggung orang yang berhutang dan mayat jadi bebas dari tanggungan?” Dia berkata, “Ya wahai Rasulullah, maka beliau maju dan menyalatkannya.”
Ketika beliau ditanya tentang orang yang mati syahid di jalan Allah dan bahwa dia menghapus segala sesuatu, beliau bersabda,
“Kecuali hutang.”
Mati syahid tidak menghapus hutang. Hutang bukan perkara ringan wahai saudaraku. Selamatkan diri kalian.
Tidaklah sebuah negeri ditimpa permasalah ekonomi di masa depan kecuali karna mereka berhutang dan meremehkannya, maka akibatnya sesudah itu mereka menjadi bangkrut, kemudian orang yang dihutangi mereka menjadi bangkrut.
Masalah ini sangat berbahaya. Selama Allah Ta’ala telah memberikan kemudahan bagi hamba-hambaNya dalam ibadah harta yaitu bahwa mereka tidak diwajibkan kecuali memiliki keluangan, hendaklah memuji Allah dan beryukur kepadaNya.”
Dikatakan dalam kitab Asy-Syarhul Mumti, 8/455, “Jika seseorang punya hutang, hendaknya dia mulai dengan melunasi hutangnya sebelum berkurban.” Wallahu a’lam.