Seruni.id – Betapa mengejutkannya publik ketika mendengar kabar bahwa ratusan anak di Ponorogo, Jawa Timur, mengajukan pernikahan dini ke Pengadilan Agama (PA). Mereka mengajukan dispensasi pernikahan dini karena sejumlah alasan. Sebagian dari mereka ada yang hamil duluan, bahkan ada yang sudah melahirkan. Sisanya, sudah berpacaran dan memilih menikah daripada melanjutkan sekolah.
Sepanjang tahun 2022, sedikitnya ada 191 permohonan pernikahan dini yang diajukan ke Pengadilan Agama. Usia mereka beragam dan kebanyakan masih usia pelajar, yakni 15-19 tahun. Jumlahnya mencapai 184 perkara. Sedangkan sisanya adalah pemohon dispensasi nikah di bawah 15 tahun, yakni 7 perkara.
Menikah Karena Hamil dan Melahirkan
Jika dilihat dari jenjang pendidikan, mereka dengan pendidikan terakhir SMP paling banyak mengajukan dispensasi pernikahan dini. Sedangkan dari sisi pekerjaan, sebagian besar anak yang mengajukan pernohonan tersebut adalah mereka yang belum bekerja.
Dari ratusan permohonan dispensasi nikah yang diterima oleh Pengadilan Agama Ponorogo, ada 115 perkara dispensasi nikah dengan alasan hamil dan 10 karena melahirkan. Sebanyak 66 permohonan dispensasi nikah diterima oleh PA Ponorogo, dengan alasan bahwa anak-anak tersebut ingin menikah dini karena telah menjalin hubungan alias berpacaran.
Meski jumlah permohonan yang dikabulkan cukup banyak, yakni 176 perkara, tapi ada beberapa permohonan yang ditolak. Sebanyak 8 permohonan ditolak, 4 permohonan dicabut, 2 tidak diterima, dan 1 lainnya gugur.
Pasalnya, Pengadilan Agama biasanya hanya memprioritaskan dispensasi nikah bagi mereka yang sudah pacaran kebablasan, salah satu kasusnya yaitu hamil duluan. Mereka dengan kondisi demikian, dispensasi nikahnya biasanya akan dikabulkan.
Kabar tersebut tentu membuat kita miris dan prihatin. Inilah pentingnya pendidikan seks sejak dini. Namun, hal tersebut masih sulit diwujudkan, seperti yang kita tahu, masyarakat kita menganggap topik pendidikan seks adalah hal yang tabu untuk dibahas.
Perlu diketahui, Indonesia menempati peringkat ke-7 di dunia terkait pernikahan dini. Terlebih di masa pandemi Covid-19, perkawinan anak mengalami lonjakan hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Dispensasi pernikahan melonjak dari sekitar 23 ribu menjadi 64 ribu di Pengadilan Agama pada tahun 2020.
Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan dini biasanya disebabkan oleh berbagai macam faktor. Seperti kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan, pendidikan, hingga kurangnya informasi mengenai risiko nikah dini. Belum lagi media sosial kerap kali menyebarkan presepsi keliru tentang pernikahan dini.
Penting sekali bagi kita untuk mengetahui apa saja risiko dari pernikahan dini. Menurut dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University, Yulina Eva Riany, ada risiko berbahaya dari pernikahan anak. Salah satunya bisa dialami oleh si ibu muda, anaknya, serta aspek psikologis yang bersangkutan. Risiko kesehatan yang bisa menimpa adalah bahaya pada sistem reproduksi, kehamilan bermasalah, bahkan kematian ibu dan anak. Anak yang dilahirkan juga mendapat potensi lahir prematur, mempunyai disabilitas, atau mengalami stunting.
“Ada risiko munculnya permasalahan psikologi atau mental bahkan risiko sebagai korban kekerasan. Selain itu, pernikahan anak bukan sebagai suatu solusi keluar dari permasalahan kemiskinan. Justru pernikahan anak dapat menghasilkan masalah sosial ekonomi baru di masyarakat yang harus segera diatasi bersama,” ujar Eva, dilansir dari detikEdu.
Senada dengan Eva, Komnas Perempuan mencatat sedikitnya ada enam dampak akibat pernikahan anak yang bisa mengancam masa depan Indonesia, khususnya perempuan, di antaranya:
- Pendidikan: Anak perempuan yang menikah sebelum berusia 18 tahun, 4 kali lebih rentan dalam menyelesaikan pendidikan menengah/setara.
- Ekonomi: Kerugian ekonomi yang diakibatkan perkawinan anak ditaksir setidaknya 1,7% dari pendapatan kotor negara (PDB) sebab kesempatan anak untuk berpartisipasi dalam bidang sosial dan ekonomi terhambat.
- Kekerasan dan Perceraian: Perempuan menikah pada usia anak lebih rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perceraian.
- Angka Kematian Ibu (AKI): Komplikasi saat kehamilan dan melahirkan menjadi penyebab kematian kedua terbesar untuk anak perempuan berusia 15 – 19 tahun. Ibu muda yang melahirkan juga rentan mengalami kerusakan pada organ reproduksi.
- Angka Kematian Bayi (AKB): Bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah 20 tahun berpeluang meninggal sebelum usia 28 hari/1,5 kali lebih besar dibandingkan ibu berusia 20 – 30 tahun.
- Stunting: 1 dari 3 balita mengalami stunting. Perkawinan dan kelahiran pada usia anak meningkatkan risiko terjadinya stunting.
Baca Juga: Makna dan Tujuan Siraman, Prosesi Adat Jawa Sebelum Melangsungkan Pernikahan