Misalnya Aku Membaca Namamu pada Grafiti di Lorong-lorong Stadion Itu

pixabay
pixabay

  AKU membayangkan, akulah remaja dengan penutup wajah, ransel penuh kaleng cat, bersekutu dengan malam, dan sedikit keberanian. Sepi seperti gemuruh penonton, pada pertandingan final antar dua klub satu kota. Aku berkeringat pada subuh yang dekat. Melukiskan rindu dengan cepat, dan lekas. Lebih dari sebuah gol penentu kemenangan, ketika terakhir kali, kuterakan huruf terakhir namamu. Lalu aku lari, selekas aku menyelinap tadi, sambil membayangkan engkau membaca namamu pada grafiti yang diam-diam kuterakan pada lorong-lorong di stadion itu.