Sejarah Citayam Hingga Jadi Fashion Week Remaja Nyentrik

Sejarah Citayam Hingga Jadi Fashion Week Remaja Nyentrik
sindonews.com

Seruni.id – Sejak fenomena Citayam Fashion Week merebak, tak sedikit orang yang mulai penasaran dengan Citayam. Wajar saja, daerah tersebut memang tidak populer layaknya kota-kota besar. Kini, setelah wilayah tersebut kerap diperbincangkan oleh tokoh publik, sejarah Citayam pun mulai dipertanyakan. Apalagi, daerah ini memang menyimpan segudang peristiwa bersejarah yang menarik untuk dibahas. Berikut Seruni telah merangkum serba-serbi Citayam dalam jelajah peristiwa dan cerita.

 

Asal-usul Nama Citayam

Daerah yang berada di pinggiran Kota Depok ini memang memiliki nama yang unik. Bahkan, ada beragam versi berbeda tentang asal-usul nama Citayam. Salah satu sumber menyebut, Citayam berasal dari kata Peuncit dan Hayam, dalam bahasa Sunda, artinya adalah ‘menyembelih ayam’.

Sementara, ada pula yang menyebut bahwa Citayam berasal dari kata Ci dan Ayam. Dalam bahasa Sunda, Ci merupakan Cai yang berarti air. Jika digabungkan, kedua kata tersebut bermakna sebagai ‘sungai ayam’.

 

Sebagai Daerah Penghasil Karet pada Masa Kolonial

Meski nama Citayam baru populer sejak mencuatnya fenomena ‘fashion show’, rupanya pada masa penjajahan, daerah ini menjadi wilayah yang digemari oleh para penjajah, loh. Bahkan, Citayam disebut-sebut sebagai salah satu wilayah dengan ekonomi yang cukup sibuk.

Pada masa kolonial, Citayam dikenal sebagai penghasil karet tersohor. Sampai-sampai Batavia yang saat itu menjadi pusat bisnis dan pemerintahan, juga mengenal karet hasil Citayam.

Bahkan, dahulu Citayam memiliki landhuis atau gedung peninggalan Belanda, yang dijadikan sebagai lokasi rumah tuan tanah dan bangunan-bangunan untuk kegian usaha, termasuk pablik penggilingan karet. Dalam perkembangannya, nama Citayam menjadi lebih menonjol seiring dibangunnya sebuah halte atau stasiun kereta api yang kala itu bernama Stasion Tjitajam pada 1992.

Jalur tersebut, kemudian dipakai untuk mendistribusikan hasil-hasil perkebunan Citayam, tak terkecuali Karet. Selain itu, dibangun pula jalur alternatif melalui setu yang kini disebut sebagai Jalan Pos (kereta api) Citayam.

 

Menjadi Markas Pertahanan Saat Diserang Sekutu

Nama Citayam tertorehkan dalam sejarah perjuangan kedaulatan Indonesia. Saat itu, tepatnya pada 16 Juni 1946, Belanda yang mendapat bantuan dari Inggris dan sekutunya melakukan invansi di Depok secara besar-besaran.

Citayam menjadi salah satu lokasi pertempuran antara pasukan Gurkha dengan pasukan bentukan Tole Iskandar, salah satu pahlawan yang kini namanya diabadikan menjadi sebuah nama jalan di Kota Depok.

Pria kelahiran Gang Kembang, Ratu Jawa, Depok, itu bersama dengan rekannya yang tergabung dalam Laskar Rakjat Depok, kemudian melakukan peleburan menjadi Batalion I Depok.

Perjuangan mereka tentu tidak mudah. Batalion I Depok kala itu hanya dibelaki empat pucuk senjata warisan tentara Jepang. Tole yang masih berusia 25 tahun akhirnya gugur di daerah perkebunan Cikasintu, Sukabumi.

 

Menyimpan Lagenda Kepahlawanan Raden Sungging

Bukan hanya soal pahlawan nasional, Citayam juga menyimpan lagenda kepahlawanan Raden Sungging, tokoh kharismatik masyarakat sekitar dalam melawan kolonial Belanda.

Ia juga merupakan seorang ulama yang memiliki karomah dan ilmu kedigjayaan yang tinggi. Hanya bersenjatakan sebilah keris, pria berawakan kecil dan berjanggut panjang ini memimpin perlawanan atas penjajah sampai ke Jatinegara dan Bekasi.

Akan tetapi, Raden Sungging tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Hal tersebut lantas membuat pasukannya harus kembali ke Citayam dan Depok. Namun, belum sempat dieksekusi, tokoh yang disinyalir berasal dari Mataram ini meniggal dunia secara tiba-tiba.

Pasukan Belanda pun langsung menguburkannya, selama sepekan, makam Raden Sungging pun dijaga oleh mereka. Usai pasukan Belanda meninggalkan makam tersebut, keanehan demi keanehan pun terjadi.

Konon, Raden Sungging disebut-sebut bangkit kembali dan berjalan menuju Citayam. Dia kembali memimpin rakyat dan memperingatkan penjajah Belanda agar tidak berbuat semena-mena terhadap rakyat.

Rupanya, ancaman tersebut berhasil membuat Belanda segan. Rakyat pun dibuat gembira sembari bersorak-sorai “Ratu Jaya.. Ratu Jaya”. Sampai pada akhirnya, Raden Sungging wafat dan dimakamkan di daerah Pondok Terong, Pancoran Mas, Depok.

Baca Juga: Sisi Gelap Citayam Fashion Week, Banyak Remaja yang Tidur di Jalanan

Kini Citayam telah bertransformasi menjadi kawasan padat penduduk. Ingar-bingat Stasiun Citayam yang dipenuhi masyarakat menuju Ibu Kota sudah menjadi pemandangan lazim sehari-harinya. Bahkan, banyak perantau yang datang dari luar daerah, sambil membawa harapan hidup penuh kemakmuran.