Seruni.id – Andini berjuang hidupi dua adiknya yang masih bayi. Gadis berusia 14 tahun itu sedang duduk di depan pintu rumah papan sederhana. Tubuh mungilnya menopang Siaratul Jannah, adik bungsunya berusia 4 bulan, sembari memberikan susu formula.
Sementara di sebelah kirinya, seorang batita (bawah tiga tahun) perempuan berusia 1 tahun 8 bulan bernama Purwanti, merengek menangis meminta susu. Kamis, (10/1/2019), hari sedang terik-teriknya, kondisi ini membuat suara Purwanti semakin keras terdengar.
Namun, dengan sabar dan telaten, Andini tetap menjaga kedua adik kandungnya itu. Mereka bertiga tinggal di sebuah rumah papan sederhana. Sangat sederhana, di mana rumah itu hanya menyisakan dua pintu dan satu jendela.
Andini mengaku tidak tergoda dengan ajakan teman seusianya untuk bermain. Ia lebih memilih menjaga kedua adiknya dengan penuh kasih sayang. Saat ini, gadis kecil berhijab itu menanggung beban berat, ia harus menjadi ibu, sekaligus bapak bagi kedua adiknya.
Kurang lebih sepekan yang lalu, ia dan kedua adiknya ditinggal pergi ibu tercinta menghadap sang khalik untuk selama-lamanya. Ibunda tercinta, Ijaz mengembuskan napas terakhirnya di usia 40 tahun, setelah berjuang sembuh dari Tubercolosis (TBC) akut.
Sementara bapak anak-anak malang itu? Ia pergi dan menikah lagi dengan perempuan lain, sejak anak ketiganya berusia empat bulan.
Kini, mereka tinggal di Dusun Telayap, Desa Pangkalan Tampoi, Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau. Tanpa bimbingan orangtua, tanpa pengawasan dan kasih sayang. Membuat Andini merasa harus menjadi pembimbing dan pemberi kasih sayang bagi kedua adiknya yang malang.
Baca Juga: 5 Kisah Anak yang Tak Kenal Gengsi demi Bantu Keluarga
Faktor ekonomi juga menghimpit ruang geraknya. Andini terpaksa melepas seragam sekolah, saat masih duduk di bangku kelas satu SMP. Ia memilih berhenti dan meluangkan waktu, cinta, dan masa mudanya, demi mengurus kedua adik-adiknya yang manis.
Andini tetap berusaha tersenyum, tapi di balik matanya, terlihat ada duka yang mendalam. Pancaran wajahnya tak lagi gembira, ia juga menjadi lebih banyak diam daripada bicara.
Di usianya yang masih sangat belia, seharusnya Andini sedang gembira, bersekolah dan melumat ilmu bersama teman-temannya. Namun, Andini harus rela, kuat, tabah dan ceria, demi kedua adik tercintanya. Sebab, kini hanya kedua adiknya itulah yang menjadi pelipur lara.
Dedi Azwandi, selaku pegiat sosial setempat pun tak kuasa menahan lara ketika menceritakan kondisi Andini. Dengan suara terbata-bata, ia menceritakan kesdihan melihat kondisi ketiga bocah lucu harus menghadapi kenyataan pahit dan ujian serba berat tersebut.
“Andini bilang terlalu banyak kenangan di rumah itu untuk ditinggalkan,” kata Dedi.
Dedi yang juga Wakil Ketua Yayasan Mualaf Center Riau mengatakan, ia telah berusaha mengajak ketiga anak perempuan itu ke Kota Pangkalan Kerinci, ibu kota Pelalawan. Jarak rumah Andini dan Pangkalan Kerinci ditempuh selama 4 jam perjalanan.
Namun, tutur Dedi, bagi Andini sangat berat meninggalkan rumah yang penuh dengan sejuta kenangan itu.
Ia mengatakan, di Pangkalan Kerinci, nantinya Andini akan diasuh oleh keluarga siap menjaga mereka. Andini juga akan melanjutkan pendidikannya, karena semangat belajarnya memang luar biasa.
Saat ini, tutur Dedi, sejumlah pihak telah menyalurkan bantuan pada keluarga Andini, gadis itu juga dijamin sekolah oleh Badan Amil Zakat Sedekah Nasional (Baznas) hingga mencicipi pendidikan tinggi. Namun, Andini masih belum bersedia meninggalkan rumah peninggalan ibunya.
“Dia semangat sekolahnya bagus, tapi lebih memilih menjaga adiknya. Kita sedang berusaha mencari solusi terbaik dan membujuk Andini agar bersedia pindah,” lanjut Dedi.
Selain itu, Dedi juga berharap ada bantuan dari para tangan dermawan untuk membantu Andini dan adik-adiknya. Hanya bantuan itu yang dapat meringankan duka mereka bertiga.
“Kini dia harus menjadi ibu sekaligus ayah bagi adik-adiknya tanpa bimbingan dan kasih sayang orangtuanya. Tapi, semangat belajarnya sangat tinggi,” jelas Dedi dengan suara yang semakin terbata-bata.