Seruni.id – Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi anak yang bisa disiplin dan bahagia. Tak hanya orang tua, guru pun menginginkan siswa-siswanya menjadi pribadi yang disiplin dan bahagia.
Namun, seperti yang telah diketahui, bahkan sudah bukan rahasia umum jika banyak orang tua dan guru, menggunakan metode kekerasan untuk mendidik disiplin anak. Padahal menggunakan metode kekerasan, telah terbukti dapat berdampak buruk bagi diri anak. Oleh karena itu, dibutuhkan metode pendekatan agar anak tetap dapat disiplin tanpa harus trauma karena kekerasan.
Penting diingat, kekerasan pada anak membawa kemungkinan akan terjadinya tindakan kekerasan yang terus berulang. Hukuman fisik akan mempengaruhi kesehatan mental anak. Selain itu, hukuman fisik berpotensi membuat anak menjadi antisosial, peningkatan kenakalan dan agresivitas. Tambahan, hukuman fisik bisa menurunkan kualitas hubungan antara orangtua dan anak.
Tambahan lagi, sejumlah masalah lain pada anak seperti trauma, depresi, gangguan kognitif, dan tingkat kecemasan yang berlebihan juga berpotensi muncul.
Adapun sebenarnya yang dibutuhkan anak itu bonding, pelukan, kasih sayang, dan kebersamaan. Oleh karena itu, sangat penting bagi orangtua mengubah cara pengasuhan dan pendidikan anak.
Baca juga: Kiat Mendidik Anak Laki-laki Agar Tidak Manja
Membuat anak disiplin tanpa trauma perlu dilakukan orang tua dan atau guru. Pendidikan disiplin pada anak memang dibutuhkan.
Namun, yang perlu dipahami orang tua dan atau guru, pengertian disiplin sendiri sama sekali tidak identik dengan kekerasan. Kata disiplin berasal dari bahasa Latin, yaitu disciplinare yang memiliki arti mengajar atau melatih.
Dengan disiplin anak belajar mengontrol dirinya sendiri. Selain itu, anak dapat mengembangkan rasa tanggung jawab dan belajar mengenai nilai-nilai yang diturunkan dari para pendidiknya, termasuk orang tua.
Disiplin positif adalah berhubungan dengan mengajar dan membimbing anak-anak, bukan hanya memaksa mereka untuk patuh. Anak harus selalu tahu bahwa orangtua mereka sangan mencintai dan selalu mendukung mereka. Rasa saling percaya antara orangtua dan anak harus dipertahankan dan terus dibangun.
Sejumlah strategi disiplin dan bahagia dengan pendekatan yang sehat agar anak dapat belajar mengenai perilaku yang baik secara positif. Pertama, orang tua dan orang yang lebih tua disekitarnya menjadi model bagi anak. Orangtua perlu menerapkan perilaku yang dapat dicontoh anak di masa depan. Adapun salah satu model perilaku tersebut adalah memberitahu anak mereka perilaku yang benar dan salah. Memberitahu anak juga harus dengan kata-kata yang kalem dan contoh aksi secara langsung.
Selain itu, orang tua juga dapat memberikan aturan dan batasan yang jelas dan konsisten mengenai apa yang dapat dilakukan dan tidak. Akan tetapi, penjelasan mengenai aturan dan batasan tersebut harus diaplikasikan dengan bahasa yang mudah dipahami anak.
Kemudian, sangat penting untuk secara tegas dan tenang memberitahu setiap konsekuensi dari perilaku buruk anak-anak. Bisa dicontohkan dengan menyita mainan anak ketika mereka tidak merapikan kembali mainan setelah digunakan.
Orang tua harus sungguh-sungguh melaksanakan pernyataan mereka terkait konsekuensi tersebut. Orang tua juga tidak boleh menyerah dengan mengembalikan barang sitaan hanya dalam beberapa menit. Akan tetapi, jangan pernah mengambil sesuatu yang benar-benar dibutuhkan anak Anda, misalnya makanan.
Penting pula untuk mendengarkan anak. Selain itu, penting memberikan anak perhatian yang anak butuhkan. Tak bisa dipungkiri jika terkadang perilaku buruk anak timbul dan membentuk pola, misalnya ketika mereka cemburu. Berbicara dari hati ke hati dengan anak lebih penting daripada hanya memuji atau menghukum perilaku mereka.
Ketika anak berperilaku baik, maka orang tua dan atau guru tidak boleh ragu untuk melontarkan pujian. Pujian ini sebaiknya ditujukan untuk hal yang spesifik, contohnya ketika mereka merapikan mainan atau anak menghabiskan sayur mayur yang disajikan pada makanan mereka.
Ada baiknya orang tua dan atau guru mengacuhkan anak, terutama ketika mereka sedang berperilaku buruk. Contohnya yaitu saat anak marah dan melempar mainan hingga rusak dan akhirnya tak lagi memiliki mainan. Mengacuhkan perilaku buruk anak juga dapat mengajarkan kepada mereka konsekuensi alami dari tindakan mereka.
Baca juga: 5 Cara Mendidik Buah Hati Agar Menjadi Anak yang Jujur
Orangtua juga disarankan bisa membuat rencana jika anak diprediksi akan berperilaku buruk dalam situasi tertentu. Sebab, bisa saja anak-anak berperilaku buruk ketika bosan atau tidak tahu perilaku yang lebih baik. Oleh karena itu, orangtua mencarikan kegiatan alternatif untuk anak.
Ada pula strategi time-out. Strategi ini akan sangat berguna ketika ada aturan-aturan tertentu yang dilanggar anak. Time-out dapat memperingatkan anak akan mendapat sanksi jika tak berhenti berperilaku buruk. Strategi time-out ini selain dapat membantu anak belajar dan mempraktikkan keterampilan manajemen diri, juga bekerja dengan baik untuk anak yang lebih besar dan remaja.
Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, anak dapat belajar mengatur perilaku, jauh dari bahaya (misalnya bermain pisau). Dapat juga meningkatkan kecerdasan sosio-emosional dan keterampilan fisik mereka. Selain itu, dapat memperkuat pola perilaku yang diajarkan oleh orangtua ataupun pendidik mereka.
Namun perlu dicatat, ada sejumlah prinsip yang perlu dipraktikkan agar anak disiplin dan bahagia perlu memperhatikan rasa hormat dan keadilan, serta diterapkan secara konsisten.
Sebab, disiplin dengan cara memalukan di anak di depan umum, misalnya, akan membuat anak kehilangan rasa hormat dan kepercayaan mereka kepada orangtua. Adil juga berarti konsekuensi tindakan yang mereka terima harus diakhiri apabila anak sudah membereskan kekacauan yang mereka lakukan.