Berawal dari World Hijab Day, Ashley Pearson Khan Putuskan Jadi Mualaf

Berawal dari World Hijab Day, Ashley Pearson Khan Putuskan Jadi Mualaf
wolipop.detik.com

Seruni.id – Kisah perjalanan mualaf kali ini dirasakan oleh Ashley Pearson Khan, wanita cantik asal Arkansas, Amerika Serikat. Ia merupakan salah satu perwakilan World Hijab Day dari Amerika.

Berawal dari World Hijab Day, Ashley Pearson Khan Putuskan Jadi Mualaf

Perwakilan World Hijab Day

Perjalanan mualafnya, ia kisahkan melalui kanal YouTube Trifty Qurrota Aini, yang merupakan perwakilan World Hijab Day dari Indonesia.

2019 adalah tahun bersejarah bagi dirinya, di mana pada tahun tersebut Ashley memutuskan untuk menjadikan Islam sebagai keyakinanya.

Keputusan besar itu bermulai ketika suatu hari ia pergi ke kampus dan melihat pengumuman tentang sebuah program mahasiswa Amerika dengan mahasiswa internasional.

Kala itu, ia tertarik untuk mengikuti program tersebut. Sebab, menurutnya, melalui program tersebut ia akan mendapatkan pengalaman dan teman-teman baru.

“Aku berpikir itu sangat keren, pengalaman seru dan bertemu dengan teman-teman baru. Belajar sesuatu dan mengajarkan mereka sesuatu. Itu progam mentorship dimana hanya dibutuhkan bicara dengan mereka seminggu sekali. Kamu bisa kirim email dan bertemu,” katanya.

Ketika Ashley mengikuti program tersebut, pandangannya terpaku pada dua orang wanita yang berhijab. Tanpa basa-basi, ia pun berkenalan dengan wanita berhijab itu, yang diketahui merupakan mahasiswa S2 dari Arab Saudi.

“Aku sering berbicara tentang agama dan belajar banyak dari dia. Selama dua tahun bersamannya. Aku sering bertanya banyak hal,” lanjutnya.

Obrolan dengan dua wanita tersebut, membuatnya tertarik untuk menghadiri acara World Hijab Day yang digelar setiap tanggal 1 Februari. Sebab, ia sangat penasaran dengan hijab. Ia pun lantas menonton YouTybe dan mengambil syal yang ada di lemari. Tanpa ragu, ia menjadikan syal tersebut sebagai hijab.

“Aku latihan untuk memakai syal sebagai hijab. Saat memakai hijab saya berusaha agar memakainya dengan rapi. Aku tidak pernah merasa ragu dari sebelumnya,” lanjutnya lagi.

Kemudian, ia mencoba memakai hijab saat pergi ke kampus. Meskipun ia tahu ada banyak kemungkinan yang terjadi saat teman-temannya melihat dirinya dengan penampilan yang berbeda. Namun, ia sudah siap dengan hal tersebut.

Tanggapan yang ia dapatkan tidak seperti yang ada dalam bayangannya. Saat ia memposting di media sosial, bukan cibiran yang ia dapatkan, melainkan tanggapan positif. Terutama dari muslim-muslim lainnya.

“Mereka bertanya kepada aku dan malah ingin ikut serta dalam gerakan World Hijab Day. Saya posting di media sosial dan mendapatkan tanggapan positif. Terutama dari muslim-muslim lain, mereka sangat mengapresiasi,” ucapnya.

Melakukan Riset Terhadap World Hijab Day

Setelah itu, Asheley melakukan riset terhadap World Hijab Day. Ia mengaku saat itu, dirinya ingin sekali menjadi ambassadornya. Keinginan tersebut pun tercapai pada 2017. Ashley saat itu ia mengikuti beberapa acara dan memakai hijab, padahal dia belum menjadi muslimah.

“Tahun 2018 aku mau bikin acara sendiri di kampus dan mendapatkan informasi jika agama Islam banyak disalah pahami oleh masyarakat. Para anggota masjid yang ada di kampus pun membantuku,” kata Ashley.

Ashley membuat gerakan memakai syal atau penutup kepala dalam memperingati World Hijab Day. Ia melakukan tantangan berhijab selama 30 hari selama bulan Ramadan.

“Aku akhirnya memutuskan untuk melakukan tantangan itu. Aku membiarkan rekan kerjaku tahu bahwa aku pakai hijab,” sautnya.

Selain berhijab, ia pun mencoba untuk memperlajari hal lainnya, mulai dari cara salat, membaca Al-Qur’an, bangun sahur, mendengarkan kisah-kisah, belajar Islam, hingga mendengarkan podcast Islami.

“Aku belajar lebih banyak dan aku ingin menyelam lebih dalam. Dan akhirnya, aku sangat jatuh cinta kepada agama ini. Sebagian orang kaget ketika tahu saya bukan muslim. Karena saya sudah kenakan hijab,” kenangnya.

Saat itu ada yang bertanya kepada dirinya, apa yang membuatnya ragu. Ia pun berpikir jika keputusannya adalah perubahan besar dalam hidupnya.

“Aku merasakan kedamaian yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Lalu aku memutuskan untuk bersyahadat pada akhir Ramadan. Aku tidak bisa menggambarkan dengan kata-kata. Sangat luar biasa, aku bersyukur dan Allah sangat mengkaruniaiku,” katanya lega.

Bukan Hal Mudah Menjadi Muslim di Negara Mayoritas Non Muslim

Bukan hal mudah baginya memeluk Islam di negara dengan mayoritas penduduknya non Muslim. Dia pun berusaha membuat orang disekitarnya memahami tentang kebudayaan Islam pada saat bulan suci Ramadan. Tentang puasa dan lainnya.

Baca Juga: Pesan Sang Bunda di Secarik Kertas Membawa Sindey kepada Islam

Bekerja di lingkungan dengan mayoritas non muslim pun bukan hal mudah baginya. Terlebih saat teman-temannya mengajaknya makan siang. Pada momen itulah biasanya Ashley harus memberiakn penjelasan mengenai ajaran Islam saat Ramadan.

“Restoran mulai buka, orang mengajak aku keluar untuk makan. Dan aku nggak bisa lakukan itu. Seperti itu sedikit menantang. Aku bersyukur cuaca nggak makin panas. Karena pastinya lebih menantang kalau cuacanya panas,” ungkapnya seraya terawa.