Kenapa bingung dengan harga pupuk dan pestisida yang melangit? Pakai saja air liur yang mujarab, walaupun dengan baunya yang tidak sedap tetapi ternyata sangat berguna untuk dunia pertanian.
Hal itulah yang dikembangkan Fuad Affandi. Pria kelahiran Ciwidey, Bandung ini berhasil membuat karya inovatif berupa pupuk serta obat pembasmi hama tanaman berbahan dasar air liur. Uniknya, Fuad bukanlah seorang pakar bioteknologi atau lulusan perguruan tinggi. Ia “hanya” seorang Kyai yang mengasuh 300-an santri.
Awalnya, ia melihat melimpahnya kotoran sapi, kambing, serta ayam. Mang Haji demikian Fuad biasa dipanggil bermaksud menjadikan kotoran ternak tadi menjadi pupuk kandang. Supaya menjadi pupuk alami yang baik, kotoran itu harus diperam selama dua hingga empat bulan. Fuad berpikir, bagaimana mempercepat sistem penghancuran serta pembusukan kotoran ternak tadi? Ia juga beranggapan, kalau tempat proses pembusukan terjadi paling cepat adalah perut manusia. “Buktinya, hari ini kita makan, besok keluar sudah busuk,” tukas alumni Pesantren Lasem, Jawa Tengah ini.
Ternyata, anggapan Fuad dapat dibuktikan dengan cara ilmiah. Menurut riset di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Padjajaran, Bandung. Di lambung hidup beragam jenis bakteri-bakteri penghancur serta pembusuk makanan, diantaranya : Saccharomyces, Cellulomonas, Lactobacillus, serta Rhizobium. Kebiasaan makhluk renik ini, bila tak ada makanan masuk dalam waktu cukup lama, mereka akan naik menyantap beberapa sisa makanan yang ada di rongga mulut. Sehingga ketika puasa atau tidur, dimana tak ada makanan masuk bakteri itu berkumpul di mulut.
Sudah tahu cara memperolehnya, Fuad lalu memerintahkan santrinya yang berjumlah 300-an orang untuk membuang cairan hasil kumur-kumur pertama setelah bangun tidur ke dalam kaleng yang sudah disiapkan di depan penginapan santri. Setelah itu Mikroorganisme pada air liur itu dibiakkan dengan tambahan molase (gula), dedak, serta pepaya ke dalamnya. Beberapa hari kemudian, liur para santri itu berubah menjadi cairan kental berwarna keruh. Baunya juga berubah wangi. Tidak lagi beraroma busuk, namun sebaliknya beraroma cokelat. Apabila telah demikian itu berartinya bakteri berbiak dengan subur.
Cairan (bakteri) inilah yang lalu disiramkannya ke kotoran ternak serta jerami yang sedang diperam. Hasilnya, dalam tiga hari kotoran ternak itu hancur lebur serta membusuk, dan jadilah pupuk kandang siap pakai.
Penemuan Fuad ini dinamakan MFA (Mikroorganisme Fermentasi Alami), MFA bermanfaat untuk mempercepat ketersediaan nutrisi tanaman, mengikat pupuk serta unsur hara, dan mencegah erosi tanah.
Fuad yang juga memperoleh penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden B. J Habibie pada tahun 1998 ini memang terhitung telah sejak lama bersentuhan dengan dunia pertanian. Bahkan juga pesantrennya, Al Ittifaq, yang berada di Desa Alam Endah Ciwidey, sama dengan pesantren pertanian. Santrinya bukan hanya memperdalam agama, juga belajar bercocok tanam. Hebatnya, beberapa santrinya dikirim ke Jepang serta beberapa negara Eropa untuk mengikuti pelatihan agroindustri di beberapa industri pertanian serta perkebunan, atas biaya Bank Dunia dan Departemen Pertanian.
Inovasi Fuad tidak berhenti hingga MFA. Dia juga membuat tiga jenis penghilang hama tanaman yang dinamakan Innabat (Insektisida Nabati), Ciknabat (Cikur Nabati), serta Sirnabat (Siki Sirsak Nabati).
Sumber: ruangruntiko.info, abulyatama.ac.id, GNFI
Baca juga: Membanggakan! Joe Taslim Meraih Penghargaan Bintang Terbaik Asia Pasifik di Korea Selatan Lho