Jangan Alergi Terhadap Nasihat

alergi

Seruni.id – Hidup seseorang tentu tak lepas dari kesalahan, hingga ada seseorang yang berkewajiban memberikan nasehat untuk kebaikan. Ada saatnya kita yang memberi nasihat, ada juga saatnya kita yang mendapatkan nasihat. SO, jangan alergi dengan nasihat ya.

Kita tidak boleh alergi terhadap nasihat karena dalam Islam setiap sendi kehidupan telah diatur, termasuk saling memberikan nasihat. Nasihat adalah perkara penting yang harus setiap orang tunaikan, baik nasehat untuk diri sendiri maupun orang lain.

Seperti yang kita ketahui, hak muslim atas muslim lainnya ada enam: jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya; jika dia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; jika dia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah dia; jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah, maka jawablah hamdalahnya; saat dia sakit, maka jenguklah; dan ketika dia meninggal, hantarkanlah jenazahnya.

Sendi pokok dan tiang utama dalam Agama Islam adalah nasihat. Kata nasihat itu meliputi seluruh makna dan pengertian yang tujuannya adalah untuk mendapatkan kebahagiaan bagi orang yang dinasihati.

Ya, dengan nasihat bisa mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik. Selain itu nasihat merupakan tanda cinta seseorang terhadap orang yang diberikan nasihat. Dengan nasihat, bisa juga membuka pintu rizqi mendapatkan orang yang benar-benar peduli dan sayang dengan diri orang yang dinasihati. Jadi, kita disarankan jangan menjadi alergi terhadap nasihat.

Terimalah nasihat meski mungkin saja kita sudah tahu, bahkan saat kita yang sebenarnya lebih pantas memberi nasihat. Bisa jadi, orang yang memberi nasihat tidak lebih tahu dibandingkan dengan kita. Namun, lihatlah nasihatnya, jangan alergi. Tidak perlu melihat orangnya, selama itu baik, bermanfaat, maka kita patut berterima kasih.

Baca juga: Cerpen inspiratif: Nasihat Mandeh (Ibu)

Berikut adalah ulasan mengapa kita tidak boleh alergi dengan nasihat:

JANGAN ALERGI NASIHAT

Nabi saw bersabda:
“Agama adalah nasehat”. Kami bertanya: Bagi siapa? Nabi saw bersabda: “Untuk Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan orang-orang awam mereka”. (Muslim 55)

Hadis ini menjelaskan manhaj agama yang menjadi dasar tegaknya masyarakat Islam. Ketika masyarakat ini tegak di atas pilar-pilar yang kuat berupa keimanan kepada Allah dan persaudaraan, maka ia memerlukan pagar yang melindungi dan menguatkannya. Maka nasehat disyariatkan agar dinding ini dapat menghalangi godaan setan dan upaya-upayanya untuk melemahkan kekuatan barisan. Karena nasehat bisa menghilangkan kesalahan dan membantu perjalanan di atas jalan yang lurus.

Nasehat ibarat korektor yang meluruskan perjalanan yang bengkok yang terkadang jiwa manusia cenderung kepadanya. Karena itulah Rasulullah saw mengungkapkan dengan bahasa hiperbola dalam mendefinisikan agama bahwa ia adalah nasehat. Yakni tiang dan pilar agama tegak di atas nasehat.

Nasehat Termasuk Hak Ukhuwah

Diantara hak ukhuwah yang paling lekat adalah seorang saudara memberi nasehat kepada saudaranya sesama muslim. Sungguh besar manfaat nasehat seorang saudara kepada saudaranya, ia bisa menjelaskan ketergelincirannya dan menghindarkannya dari ketergelinciran tersebut.

Jika seorang saudara melihat kesalahan saudaranya lalu mendiamkannya dan tidak membimbingnya kepada kebenaran maka ia telah memperdayanya. Banyak orang mengira bahwa mendiamkan kesalahan-kesalahan saudara itu termasuk tuntutan ukhuwah, padahal anggapan ini salah. Sesungguhnya orang yang diam tidak mau memberi nasehat dan tidak mau mengatakan kebenaran itu berdosa. Sementara orang lain tidak mau memberi nasehat karena takut membuat marah orang yang dinasehati. Seolah-olah mereka tidak menyampaikan nasehat karena takut membuat marah orang yang dinasehati. Seolah-olah mereka tidak menyampaikan nasehat kecuali karena mengharapkan kecintaan manusia bukan berharap ridha Allah. Karena orang yang mencari ridha Allah tidak memedulikan kemarahan manusia.

Abu Hatim al-Basti berkata:

“Sebaik-baik saudara adalah mereka yang paling banyak memberi nasehat, sebagaimana sebaik-baik amal adalah yang paling terpuji akibatnya dan paling baik keikhlasannya. “Pukulan” seorang pemberi nasehat lebih baik dari sambutan seorang pembenci”.

Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya, ia melihat berbagai kekurangannya lalu meluruskannya, sebagaimana dikatakan oleh Hasan al-Bashri:

“Seorang mukmin adalah bagian dari mukmin lainnya dan ia menjadi cermin bagi saudaranya, jika melihat sesuatu yang tidak menyenangkannya maka ia meluruskannya dan menasehatinya secara rahasia dan terang-terangan”.

Seorang mukmin adalah orang yang menyambung saudaranya dengan berkunjung atau dengan nasehat yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.

Umar bin Abdul Aziz berkata:

“Siapa yang menyambung saudaranya dengan nasehat menyangkut agamanya dan mempertimbangkan kebaikan dunianya maka ia telah menyambungnya dengan baik dan telah menunaikan kewajibannya”.

Harits al-Muhasibi menjadikan nasehat sebagai bukti cinta, katanya:

“Ketahuilah bahwa orang yang menasehatimu sesungguhnya ia mencintaimu. Siapa yang berpura-pura kepadamu maka ia curang kepadamu. Siapa yang tidak mau menerima nasehatmu maka ia bukan saudaramu”.

Jika anda tidak menunaikan kewajiban memberi nasehat berarti anda tidak faham dan tidak memenuhi hak ukhuwah dan anda termasuk orang yang merugi sebagaimana disebutkan Allah dalam surat al-Ashr.

Generasi salaf yang saleh merasa bersalah jika tidak memberi nasehat saudaranya sehingga mereka bersegera melakukannya tanpa takut celaan orang yang suka mencela di jalan Allah. Mereka selalu ingat bai’at mereka kepada Nabi saw untuk memberi nasehat kepada setiap muslim. Bai’at ini harus dijaga, karena siapa yang tidak menjaganya berdosa.

Menerima Nasehat

Orang yang jujur pasti senang dengan nasehat dan merasa seolah-olah mendapat harta simpanan yang berharga. Sedangkan pendusta tidak menyukai nasehat. Allah menyebutkan sifat para pendusta di dalam kitab-Nya bahwa mereka tidak menyukai orang yang memberi nasehat:

“Tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat”. (al-A’raf: 79)

Pemberi nasehat punya hak untuk tidak menghargai orang yang menolak nasehatnya. Imam Syafii berkata:

“Tidaklah aku menasehati seseorang lalu ia menerima nasehatku melainkan aku merasa segan kepadanya dan aku mencintainya, dan tidaklah seseorang menolak nasehatku melainkan ia jatuh di mataku dan aku menolaknya”.

Hal ini karena orang yang menolak nasehat tidak layak mendapatkannya karena nasehat sangat mahal harganya, yakni menjadi bagian terpenting dari agama. Suapan makanan harus diletakkan di mulut yang bisa menelannya dan hanya mulut yang sehat yang bisa menelannya, karena mulut yang sakit pasti memuntahkannya dan tidak menerimanya.

Abu Hatim al-Basti berkata:

“Nasehat dikelilingi oleh tuduhan dan tidak disampaikan kecuali kepada orang yang mau menerimanya, sebagaimana dunia hanya bagi orang yang meninggalkannya dan akhirat bagi orang yang mencarinya. Setiap orang yang menasehati harus berusaha keras. Sekalipun nasehat-nasehatnya tidak diterima tetapi ia tidak berkeberatan”.

Diantara manusia ada orang yang memusuhimu jika kamu nasehati dan menganggapmu musuh, karena jiwanya tidak mau diusik dan mengira nasehat bisa mengurangi kehormatan dirinya.

Tidaklah seseorang menolak nasehat kecuali karena kesombongan atau jiwanya merasa enggan menerima kalimat kebenaran.

Orang sombong tidak mau menerima kalimat kebenaran karena menganggap hal tersebut sebagai penghinaan terhadap dirinya. Orang sombong nenganggap dirinya lebih unggul dari orang lain dengan kelebihan ilmu, kecerdasan, amal, harta, kedudukan, kekuatan, dan lainnya, sehingga membuatnya tidak mau menerima nasehat.

Sekiranya orang yang menolak nasehat tahu bahwa menerima nasehat bisa memberikan kemuliaan kepada jiwa mereka niscaya mereka tidak akan menyombongkan diri untuk menerina nasehat.

Jangan pernah alergi dengan nasehat karena nasehat itu vitamin hati. Bila anda menolak nasehat dan membenci orang yang menyampaikannya maka ketahuilah itu pertanda hati anda sedang meriang, perlu segera diobati sebelum sampai stadium berbahaya.

Semoga Allah senantiasa menjaga hati kita semua tetap sehat sehingga bisa dengan mudah dan lapang untuk menerima nasehat dengan ikhlas.

Diintisarikan dari “Mamarrat al-Haq”, oleh:
Aunur Rafiq Saleh Tamhid Lc.