Hijrah  

Julia Prastini, Selebgram Mualaf yang Dulunya Membenci Suara Azan

Julia Prastini, Selebgram Mualaf yang Dulunya Membenci Suara Azan
selebgram mualaf (instagram juliaprt7)

Seruni.id – Nama Julia Prastini, mungkin sudah familier di kalangan para hijab enthusiast. Ia merupakan sosok selebgram mualaf yang kerap membagikan konten outfit of the day (OOTD) hijab syari, tapi tetap stylish.

Julia Prastini, Selebgram Mualaf yang Dulunya Membenci Suara Azan
selebgram mualaf (instagram juliaprt7)

Kisah Selebgram Mualaf yang Membenci Suara Azan

Selebgram dengan akun Instagram @juliaprt7 ini, punya pengalaman spiritual yang begitu menarik untuk kita bahas. Pasalnya, sebelum menjadi seorang Muslim, Julia sempat membenci suara azan. Namun, ketika keyakinannya begitu kuat pada Islam, kini dirinya begitu merindukan panggilan salat itu.

Ia begitu bersemangat ketika menceritakan perjalanannya menemukan Islam. Ia mengaku bahwa dirinya begitu membenci Islam. Terlebih, dengan suara azan. Sebab menurutnya, panggilan salat itu terasa menganggu. Bahkan, ia sempat bertanya-tanya, mengapa ibadah umat Islam harus didahului dengan panggilan tersebut.

“Dulu saya nggak suka denger adzan. Dulu saya mikir, ngapain sih orang mau solat diteriak-teriakin. Apaan sih orang mau ibadah diteriakin. Saya aja nggak pernah ada yang koar-koar ke gereja kok. Itu kayak ganggu masyarakat. Saya nggak suka itu doang (dari islam dulu),” kata Julie dikutip dari kanal YouTube Ape Astronout.

Selebgram dengan 372 pengikut ini, menjadi mualaf ketika dirinya berusia 10 tahun. Ia mengikuti jejak sang ibu yang juga seorang mualaf. Keputusan ibunya untuk menjadi mualaf, tentu sangat mengejutkan bagi keluarganya yang mayoritas nasrani.

“Karena waktu itu saat itu mama saya juga baru mualaf. Di keluarga saya itu ya Chinese dan semuanya agak beragama Kristen. Kaget dong. Lho kok masuk Islam gitu. Waktu itu masih masuk Islam sendiri itu mama saya, 2 tahun pertama sendiri. Jadi saya sama adik belum masuk Islam,” katanya.

 

Ibunya Lebih Dulu Memeluk Islam

Dua tahun pertama memeluk Islam, ibunya menjalankan ibadah hanya seorang diri. Mulai dari salat, puasa, hingga lebaran. Hingga berselang dua tahun, Julia dan adiknya memutuskan untuk mengikuti jejak sang ibu, yaitu menjadi mualaf.

Sang ibu, memang belum begitu lama memeluk Islam. Sehingga wajar saja jika ia masih kebingungan dalam mengajarkan anak-anaknya tentang Islam. Hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk belajar kepada seorang ustazah. Suatu ketika sang ustazah menyarankan kepadanya agar anak-anaknya didaftarkan ke pesantren.

Saat itu, pesantren adalah pilihan yang tepat, agar Julia dan adiknya bisa memperoleh ilmu agama yang memadai. Namun, pesantren tidak membuat Julia semangat, ia justru merasa dibuang oleh sang ibu.

“Baru satu bulan masuk Islam, saya langsung ke pesantren. Berasa mau dibuang dan diasingkan,” cerita Julie.

Namun, ibunya terus memberikan keyakinan kepada Julia agar ia mau menimba ilmu di pesantren. Lambat laun, ia pun mengerti, dan bersedia untuk dimasukkan ke pesantren.

Saat di pesantren, Julia terus menangis karena rindu dengan keluarganya. Lagi-lagi, ibunya selalu meminta agar Julia bertahan dengan dalih yang sama, yaitu hanya sepekan bersekolah di pesantren. Trik tersebut pun berhasil dilakukan. Bahkan, Julia bertahan di sana sampai ia lulus sekolah dasar.

“Akhirnya pas udah mau lulus baru-baru kerasa kayak ini perasaan (kata mama) seminggu seminggu seminggu seminggu, sampai lulus kelas 6,” jelasnya.

 

Menolak Melanjutkan Sekolah di Pesantren

Meskipun ia berhasil lulus sekolah dasar di pesantren. Namun, ia tak ingin melanjutkan sekolah menengah pertama di sana, sebagaimana permintaan sang ibu. Akan tetapi, ia tak bisa membantah permintaan tersebut, lantaran ibuanya sudah telanjur mendaftarkannya.

“Akhirnya coba di pesantren di Cikarang, seminggu pertama bener-bener sakit demam. Karena di sana nggak ada tidur siang, pas bangun sebelum subuh, langsung full kegiatannya, hafalan Quran, sampai tidur lagi jam 10-11 malam,” ucapnya.

Hingga akhirnya, Julia dipindahkan ke pesantren yang sistem belajarnya lebih longgar, sehingga ada cukup waktu untuk beristirahat. Lagi-lagi, Julia merasa tidak betah. Kemudian keluarlah trik yang kerap dipakai oleh ibunya agar Julia dapat bertahan di sana.

Yaitu dengan menjenguknya selama beberapa pekan dan berpesan kepada Julie bahwa tidak akan dijenguk apabila Julie sudah merasa betah di pesantren.

“Terus tiba-tiba ngomong, ‘Udah nggak mau sekolah, saya maunya hafal Al-Quran aja’. Nggak tahu omongan dari mana itu tiba-tiba,” ungkapnya.

Lama-kelamaan, Julia pun mengaku betah, meski sering kali meminta untuk dipindahkan dari sekolah tersebut. Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa ia sudah hampir lulus dan juga berhasil menghafal Al-Qur’an sebagaimana naitnya di awal.

“Pokoknya mama saya tuh punya cara buat saya mau di pesantren. Saya nggak bisa berbakti apa-apa ke orangtua saya. Di pesantren, senakal-nakalnya anak nggak akan sebaik-baiknya anak-anak di luar. Di pesantren ini bentuk bakti saya untuk orangtua saya. Jadi saya mau di pesantren karena ini ladang saya berbakti untuk mama saya,” kenangnya.

 

Islam adalah Agama yang ‘Merangkul’

Selama menimba ilmu di pesantren, ia mendapatkan pelajaran baru tentang Islam, bahwa agama Islam memiliki konsep ‘merangkul’, sehingga membuatnya nyaman. Semula, ia adalah orang yang egois, tetapi saat ini ia sangat peka kepada sesama.

“Paling penting, benerin gimana ngadep ke Allah Subhanahu wa ta’ala. Di sini saya kenal Allah, ngafal (Quran) pakai hati. Ayatnya ngena banget. Saya mentadaburri ayat-ayatnya,” imbuhnya.

Julia yang sudah betah di pesantren, mulai melakukan serangkaian ibadah dengan khusyu’. Bahkan, dirinya sering kali menangis ketika mengerjakan salat. Dia merasakan adanya perubahan saat mengenal dan merasakan kehadiran Allah subhanahu wa ta’ala melalui kemudahan rezeki.

Baca Juga: Mantan Rabi Yahudi Menjadi Mualaf Bersama Keluarganya

“Benar-benar ngerasa islam itu indah. Agama yang indah, saling ngerangkul. Solat jamaah aja Allah Subhanahu wa ta’ala nyatuin umatnya. Kenal nggak kenal, solat aja. Baru ngerasa kaya Allah Subhanahu wa ta’ala tuh ada ngerangkul Julie dan keluarga juga,” kisahnya.