Seruni.id – Kesepian yang saat ini disebut sebagai epidemic global telah melanda Berlin, ibu kota metropolitan di Jerman. Keadaan tersebut kian memburuk untuk semua usia, ras, dan jenis kelamin. Tak hanya Jerman, Inggris, Jepang, dan China pun mengalaminya. Risiko kesepian ini bisa berdampak negatif bagi kesehatan dan juga masyarakat.
Hidup Seorang Diri
Seperti dilansir dari detik, satu dari setiap dua rumah tangga di Berlin hanya hidup seorang diri. Kini, di sana terdapat sambungan telepon yang dikhususkan untuk menemani orang tua untuk mengobrol, pesta yang dirancang khusus untuk berpelukan, dan adanya grup di Facebook khusus mengatasi mereka yang menderita kesepian.
Berdasarkan laporan yang dihimpun pada 2018 lalu yang dirilis di harian Berlin Tagesspiegel, terdapat 1.300 orang sukarelawan yang bekerja memerangi kesepian. Mungkin jumlah tersebut terbilang cukup banyak. Namun sayanya tidak, apalagi jika dibandingkan dengan populasi di Berlin yang mencapai 3,6 juta jiwa.
Dan di dalam laporan yang sama, setidaknya terdapat 300 orang per tahun meninggal dunia di apartemen mereka. Parahnya, hal tersebut tanpa diketahui siapapun, dan baru ditemukan setelah berminggu-minggu. Di media Jeman maupun media sosial, Berlin disematkan julukan sebagai ‘ibu kota kesepian’.
Mereka Merasa Sangat Kesepian
Pemerintah Federal Jerman pernah melakukan sebuah survey, dan hasilnya bahwa dari tahun 2011 hingga 2017 lalu, jumlah penduduk di Jerman rata-rata yang berusia 45-84 tahun yang merasa sangat kesepian. Angka tersebut meroket hingga 15%. Dalam golongan usia yang berbeda, jumlah tersebut terus melambung hingga mencapai angka 59%. Dan terbukti, satu dari empat remaja merasa kesepian.
Sebelumnya, pada 2018 lalu, Inggris telah membentuk sebuah Kementrian untuk mengatasi kesepian. Ketika melakukan penelitian, ditemukan sedikitnya 9 juta jiwa yang merasa kesepian. Menurut direktur organisasi nirlaba Age UK, Mark Robinson, kesepian terbukti jauh lebih buruk bagi kesehatan jika dibandingkan dengan merokok 15 batang per hari.
Sementara di Jepang, lebih dari satu decade para pria muda mengunjungi sebuah kafe. Tujuannya hanya sekedar untuk berbicara, berpelukan dengan perempuan, atau pura-pura berkencan demi menghilangkan kesepian dalam dirinya.
Dan di Cina, kebijakan satu anak telah mendatangkan malapetaka pada keseimbangan gender sehingga ada laporan yang menyebutkan bahwa adanya peningkatan kasus penyelundupan perempuan yang diculik dari sejumlah negera, seperti Myanmar. Mereka diculik untuk dijadikan “pengantin” bagi pria muda yang kesepian.
Bahaya Kesepian
Risiko dari kesepian sangat berbahaya, yang meliputi tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, sistem kekebalan tubuh yang melemah, kecemasan, depresi, penurunan kognitif, penyakit Alzheimer, lebih parahnya lagi bisa merenggut nyawa seseorang. Hal ini diungkapkan oleh Institut Kesehatan Nasional AS.
Sebuah studi yang dirilis oleh Cigna pun mengungkapkan, bahwa kesepian juga bisa berdampak pada karier seseorang yang mengarah pada upah yang lebih rendah dan tidak mendapatkan promosi jabatan, atau faktor lainnya seperti kurang dekat dengan rekan kerja.
Banyak yang mengira, bahwa kesepian disebabkan karena kehidupan yang semakin modern dan canggih. Seperti adanya internet, media sosial, streaming video, dan lainnya. Namun, para peneliti menyebutkan bukan hanya itu saja. Bahkan, mereka mengimbau ada hal yang lebih dalam lagi. Studi Cigna mengatakan bahwa “tingkat interaksi langsung, kesehatan fisik dan mental, dan keseimbangan hidup lebih mungkin untuk mendorong terciptanya rasa kesepian daripada penggunaan media sosial.”
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Jangan Diabaikan, Ini Loh Bahaya Kesepian Bagi Kesehatan
[/su_box]
Dikatakan oleh apra ilmuan dari Psycology Today, bahwa meningkatkan jumlah populasi manusia sendiri, seperti dalam kasus Berlin, adalah salah satu dari banyak faktor. Salah satu solusi yang disarankan oleh studi Cigna ke para pemimpin perusahaan adalah menciptakan interaksi mendasar di kantor, seperti berbicara, melakukan kontak mata, hingga fisik.