Seruni.id – Tidak ada seorangpun yang tahu kapan ajalnya menjemput. Tidak mesti orang yang sudah sepuh, namun anak-anak atau pemuda pun bisa sewaktu-waktu dipanggil Sang Pencipta Makhluk. Kematian itu pasti datang menemui setiap manusia. Akhir yang baik, yaitu kematian yang husnul khatimah yang diharapkan oleh semua orang.
Meninggal di waktu-waktu yang baik tentu menjadi dambaan semua orang. Selain itu, pasti setiap orang juga mengharapkan bisa meninggal dalam keadaan yang baik, husnul khatimah.
Beberapa kematian nampak begitu indah kita ketahui. Ada yang meninggal saat sujud dalam menunaikan ibadah shalat, ada yang meninggal saat membaca lantunan ayat-ayat Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Kita pastinya juga menginginkan akhir kehidupan yang baik. Bahkan tidak hanya untuk diri sendiri harapan tersebut, namun juga untuk orang-orang terkasih, kitapun berharap akhir yang membahagiakan.
Baca juga: Ibunda Indra dan Mira Lesmana Tutup Usia, Sophia Latjuba Ucapkan Bela Sungkawa
“Waktu adalah kehidupan itu sendiri”, ungkap sebagian hukama’, orang-orang bijak. Ungkapan ini tidaklah berlebihan jika direnungkan dengan baik. Bahkan surat ke-103 dalam Al-Qur’an disebut “al-‘Ashr”. “والعصر”, demikian Allah mengawali PerintahNya. Bersumpah (al-qasam) dengan makhluq apapun, termasuk dengan waktu adalah haram bagi kita. Namun hukum ini tidaklah berlaku di sisi Allah SWT. Allah SWT berhak untuk bersumpah dengan ciptaanNya. Sumpah Allah SWT dengan waktu menunjukkan urgensi dan kemuliaan waktu itu sendiri.
Kata Sayyid Qutub, dalam surat yang sangat pendek itu, tergambar manhaj (sistem) yang komprehensif tentang kehidupan umat manusia yang diidealkan oleh Islam. Di dalamnya juga tampak jelas rambu-rambu persepsi keimanan dengan hakikatnya yang besar dan menyeluruh, dalam suatu gambaran yang sangat jelas dan detail. Al-Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kerugian dan kehancuran menjadi resiko semua manusia, kecuali mereka yang memegang teguh prinsip keimanan dalam hatinya serta melakukan amal kebajikan dengan organ fisiknya. Dengan kata lain, aktualisasi yang selaras antara kesalehan individu dan kesalehan sosial.
Kita meyakini dengan baik bahwa umur kita terbatas dan telah ditentukan oleh Allah SWT. Sesungguhnya seiring dengan bergulir dan berjalannya waktu, jatah hidup kita semakin berkurang. Jelas, karena semakin mendekati ke garis final kehidupan kita (ajal). Jika diilustrasikan dengan sebuah perniagaan, umur adalah aset dan modal usaha kita.
Baca juga: Amalan yang Bisa Menunda Kematian
Kematian : Misteri Dua Akhir Kehidupan
Inilah daur kahidupan yang wajib kita renungkan. Tidak satupun diantara kita yang mengatahui kapan ia sampai pada garis final kehidupan di dunia ini. Yang pasti, batasannya tak akan bergeser walau setitik. Waktunya tak kan meleset walau sedetik. Demikian Allah menjelaskan dalam KalamNya :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Al-A’raf :34)
Ketidaktahuan kita tentang waktu kematian adalah sesuatu yang pasti, absolut. Kitapun tidak pernah mengetahui bagaimana akhir dari daur kehidupan ini; husnul khatimah(pengakhiran yang baik) ataukah Su’ul khatimah (pengakhiran yang buruk). Kita diwajibkan berharap dan berdo’a yang terbaik sebagaimana kita mohon perlindungan kepada Allah SWT dari akhir kehidupan yang buruk.
Dalam suatu peperangan bersama Rasulullah SAW, kata Sahl ibn Sa’d al-Sa’idy, seseorang dari kaum muslimin membunuh banyak tentara musuh, orang-orang musyrik. Para sahabatpun terkagum-kagum dengan prestasi itu. Uniknya, Nabi SAW mengabaikan kekaguman para sahabat tersebut dan berkata,”Adapun orang itu, maka ia termasuk penghuni neraka !”. Mereka semua tersentak. Sebagian berkomentar,”Lalu siapa diantara kita yang pantas manjadi ahli surga, jika orang tadi masuk neraka?!. Tidak lama kemudian seorang di antara para sahabat memberi kesaksian bahwa sosok yang dikagumi mereka ternyata bunuh diri. Sejatinya ia belum mati, ia hanya terluka. Namun karena ia hendak segera mati (sebagai syahid) lalu ia tancapkan pedangnya ke tanah dan ujungnya yang tajam di dadanya. “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah”, sumpahnya di hadapan Nabi SAW. “Ada apa?” tanya Nabi SAW. “Tentang orang yang baru saja engkau tegaskan sebagai penghuni neraka waha Rasulullah”, jawabnya. Semua sahabatpun melotot, terheran. Lalu Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ.وَفى بعضِ الرواياتِ زِياَدة “وَإِنَّماَ الأَعْماَلُ باِلخَوَاتِيْمِ (رواه البخارى ومسلم)
Kisah tersebut menegaskan satu aksioma: kematian adalah misteri. Kematian merupakan rahasia Allah SWT. Sekaligus menjadi hak prerogatif-Nya yang takkan pernah dapat diintervensi oleh siapapun. Artinya, kita hanya dapat berdo’a agar diberi akhir kehidupan yang baik (husnul khatimah).
Ikhtiar Meraih “Husnul Khatimah”
“Husnul khatimah” ialah mati dalam keadaan yang baik; di mana Allah SAW menganugerahkan kita taufiq-Nya untuk menjauhi segala apa yang membuatNya murka, bertaubat dari segala dosa dan maksiat, segera melakukan ketaatan dan amal kebajikan.
Berikut ini beberapa ikhtiar dan amal yang insya Allah semakin mendekatkan kita kepada akhir kehidupan yang baik/husnul khatimah :
1) Memperbanyak do’a
Untuk mendapatkan akhir kehidupan yang baik, diperlukan sikap hidup dan menjalani kehidupan dengan baik sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Untuk dapat menjalani kehidupan yang penuh liku-liku dengan baik diperlukan keteguhan hati untuk istiqamah pada agama Allah SWT. Sementara hati itu diilustrasikan sebagai sesuatu yang berada diantara dua jari yang dapat digerakkan sekehendakNya.
Inilah do’a yang selalu dilantunkan oleh Rasulullah SAW. Perhatikan riwayat berikut ini :
عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ قَالَ : قُلْتُ لأُمِّ سَلَمَةَ، يَاأُمَّ الْمُؤْمِنيْنَ مَاكَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: كَانَ أَكْثَرُ دُعَائِهِ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ قَالَتْ: قُلْتُ: يَارَسُوْلَ اللهِ، مَاأَكْثَرُ دُعَائِكَ يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ؟ قَالَ: يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِيٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللهِ. فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
Setelah sababat Mu’adz ibn Jabal RA mendengarkan hadis tersebut, beliau membaca ayat :
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi karunia.” (Alu-‘Imran : 8)
2) Al-Khauf (rasa takut) kepada Allah SWT dan akhir kehidupan yang buruk (su’ul khatimah)
Para sahabat dan umat terdahulu (salaf) sangat khawatir atas kemunafikan yang menjangkiti diri mereka meskipun dalam kadar yang sangat minim (nifaq ashghar), yang pada akhirnya membawa mereka kepada nifaq akbar pada saat menghadapi maut.
Bahkan sahabat sekaliber Umar ibn Khaththab RA pernah bertanya kepada Hudzaifah, salah seorang sekretaris Rasulullah, apakah beliau masuk dalam daftar nama orang-orang munafik, dan dijawab “tidak”.
3) Taubat & mengiringinya dengan amal shalih
Taubat & mengiringinya dengan amal shalih, karena menunda-nunda taubat merupakan salah satu sebab orang mengalami akhir kehidupan yang buruk, su’ul khatimah.
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا(71
“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya”. (Al-Furqan : 70-71)
Rasulullah SAW bersabda :
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِِ كَمَنْ لاَ ذََنْبَ لَهُ
Bertaubat, tentunya dengan syarat-syarat yang telah digariskan oleh Syara’; meninggalkan maksiat tersebut secara total (al-iqla’), menyesalinya (al-nadam), bertekad untuk tidak mengulanginya (‘azam) dan jika berkaitan dengan hak adam, maka ia wajib untuk menyelesaikannya terlebih dahulu (radd al-madzalim).
4) Tidak panjang angan-angan
Dengan tipu daya syetan orang yang panjang angan-angan tenggelam dalam khayalan dan angan-angan kosong untuk menggapai segala kemewahan dunia. Seseorang yang berorientasi dunia semata pada akhirnya melalaikan akherat dan melupakan kematian.
Sebaliknya, pendeknya angan-angan seseorang menjadikannya bersegera menunaikan amal shalih dan ketaatan kepada Allah; memanfaatkan waktu hidupnya untuk menggapai kebaikan dunia dan keselamatan akherat. Rasulullah SAW bersabda:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تَنْتَظِرُونَ إِلَّا فَقْرًا مُنْسِيًا أَوْ غِنًى مُطْغِيًا أَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا أَوْ هَرَمًا مُفَنِّدًا أَوْ مَوْتًا مُجْهِزًا أَوِ الدَّجَّالَ فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ أَوِ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ (رواه الترمذي)
Rasulullah SAW mengajarkan kita agar menjalani kehidupan dunia ibarat orang asing atau seorang yang sedang menyeberang jalan; penuh sikap perhitungan dan hati-hati.
5) Benci terhadap Maksiat serta menjauhinya.
Perbuatan maksiat menjadikan hati semakin berkarat dan kotor. Hati semcam ini takkan pernah memancarkan hidayah Allah SWT sebagaimana diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi berikut ini :
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ :
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (14)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.(Al-Muthaffifin : 14)
Melakukan maksiat secara terus menerus mengantarkan pelakunya kepada su’ul khatimah. Sabda Nabi SAW :
مَنْ مَاتَ عَلىَ شَيْئٍ بَعَثَـــه اللهُ عَلَيْهِ (أحمد)
“Barang siapa meninggal dalam suatu keadaan (tertentu) niscaya Allah SWT akan membangkitkannya (di hari kiamat) dalam keadaan seperti itu.”
Seseorang yang ketika badannya sehat, akalnya berfungsi baik, tidak dapat melawan tipu daya syetan, apalagi di saat ruh akan meninggalkan jasadnya, di mana badan dalam keadaan lemah, akalpun tidak berfungsi dengan baik, tentu ia tak berdaya melawan tipu daya syetan tersebut.
6) Sabar menghadapi cobaan dan musibah.
Rasulullah SAW bersabda :
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ (رواه مسلم)
“Betapa mengagumkannya urusan seorang mukmin. sungguh semua urusannya baik. Tak seorangpun memilikinya kecuali seorang mukmin; jika ia mendapat kebaikan, iapun bersyukur maka yang demikian baik baginya; jika ia tertimpa malapetaka, iapun bersabar maka yang demikian baik baginya.”
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا(متفق عليه)
“Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu penyakit dan apa saja selainnya, kecuali Allah menghapus keburukannya seperti sebatang pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”
7) Berbaik sangka kepada Allah.
Hal ini melahirkan sikap optimis dan berpikiran positif atas segala hal. Tiga hari menjelang wafatnya, Rasulullah berwasiat kepada kita :
لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Janganlah seseorang diantara kalian mati, kecuali ia dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah”
Demikianlah beberapa ikhtiar untuk meraih akhir kehidupan yang baik (husnul khatimah). Semoga Allah SWT selalu menganugerahkan hidayah dan taufiqNya kepada kita agar selaluistiqamah di atas jalanNya yang lurus serta mampu menjaga kesucian hati. Semoga bermanfaat.
-Arumadewi-
Dari berbagai sumber