Seruni.id – Wahai para istri, cemburulah dengan bijak dan cantik. Belajarlah dari keluh-kesah seorang suami yang merasa tersiksa karena kecemburuan sang istri yang terlalu berlebihan.
Bapak tiga anak di depan saya ini lama tertunduk. Walau berusaha menutupi, tapi tetap terlihat jelas kegalauan dari wajahnya. Terdengar tekanan suara yang kadang keras dan sering kali nyaris tak terdengar.
“Bayangkan Bu, setiap hari dompet saya diperiksa dan dikuras jika dianggap isinya kebanyakan. Tiap saat saya ditelepon ada di mana dengan siapa. Lha, saya khan pedagang, tentulah saya tidak bisa memilih siapa saja yang boleh datang ke kios saya,”
Lalu yang membuatnya tertekan dan sakit adalah ketika malam hari, pas baru saja terlelap, istrinya membangunkannya sambil ngomel panjang lebar. Istrinya menemukan history call di hape dengan identitas si penelepon tidak ada namanya. Tidak peduli siapa itu. Padahal jika ia menerangkan yang sebenarnya, malah tambah ribut. Akhirnya bapak ini hanya diam karena malu pada tetangga.
“Jadi buat saya, malam dan pulang ke rumah adalah siksaan. Saya ingin lari, tapi kasihan anak-anak. Anak saya sudah gadis dan remaja. Saya ingin anak-anak saya mendapatkan jodoh yang shalih dan membina rumah tangga dengan baik. Saya terpaksa harus bertahan dengan keadaan,”
Sementara saya hanya terpekur sambil membayangkan suasana rumahnya yang “heboh” setiap hari.
Cemburu memang fitrah dan boleh. Bahkan jika tidak ada rasa cemburu, berarti tidak sehat hubungan pernikahannya. Hanya saja, jika terlalu membabi buta, cemburu akan sangat merusak. Merusak semuanya. Oleh karena itu, mengelola cemburu adalah bagian dari melatih kontrol diri (self control).
Lakukan dengan baik peran sebagai sang istri. Di antaranya dengan tampil menarik di depan suami, melayani secara paripurna, baik di meja makan maupun di kamar. Mampu menjadi teman debat dan curhat. Selebihnya serahkan pada Allah dengan doa. Bukankah yang membolak-balikan hati manusia itu Allah?
Takut kehilangan seseorang yang dicintai itu wajar. Padahal memang di dunia ini tidak ada yang abadi. Tidak ada yang pasti. Tidak ada yang pasti tidak mengecewakan. Siapapun dia. Karena yang abadi, yang pasti selalu cinta pada kita dan yang tidak pernah mengecewakan kita hanya Allah. Maka belajarlah meletakkan cinta kita yang paling atas hanya pada Allah.
Takut kehilangan seseorang bukan berarti memenjarakannya. Karena memenjarakan dan mengkerangkengnya adalah sama dengan membunuhnya pelan-pelan. Membunuh kepribadiannya, membunuh keceriaannya, membunuh masa depannya bahkan membunuh fisiknya.
Oleh: Dewi Yulia
Dikutip dari Buku Ketika Cinta Digugat: Wahai Para Istri, Cemburulah dengan Bijak dan Cantik