Seruni.id – Masih terbayang semasa pacaran. Dulu 20 SMS bisa Linda terima setiap hari. Mulai dari ucapan “selamat pagi”, sudah makan apa belum, sampai kata-kata mesra yang membuat Linda selalu merindukan Boy, yang kini suaminya.
Sekarang? Jangankan sepuluh, dapat satu SMS pun sudah untung. Itu pun perintah atau pemberitahuan seperti, “Aku enggak makan di rumah. Makan duluan saja.”
Ada segudang kenangan bila ingat masa pacaran hingga awal menikah: rangkaian bunga mawar merah, ciuman hangat, kata-kata puitis. Siapa tak mabuk kepayang menerima pujian bertubi-tubi dari orang tercinta? Seiring berlalunya waktu, sepertinya berlalu pula kemesraan-kemesraan itu.
Mentang-mentang sudah jadi pasangan, cinta seakan tak perlu dirawat lagi. Kesimpulan pendek bisa tiba-tiba muncul, “Dia tak cinta lagi?”
Kecil yang berarti
Dulu Linda membuatkan secangkir kopi untuk Boy dan menyajikannya dengan penuh cinta. Tapi adegan mesra ini tinggal cerita. Kini secangkir kopi untuk suami hanyalah rutinitas. Tak ada lagi ketertarikan saat Linda memandang suaminya seperti di awal-awal pernikahan. Tak bisa disangkal, atmosfer perkawinan mereka kini hambar.
Padahal menurut peneliti hubungan dari Amerika Serikat, John M. Gottman, dalam bukunya 7 Rahasia Perkawinan Bahagia , kunci hubungan yang sukses adalah melakukan hal-hal kecil yang berharga bagi pasangan. Melalui gerak tubuh, kata-kata penuh cinta dan perhatian kecil, rasa cinta dapat tetap terpelihara. Justru ungkapan emosi yang positif terhadap pasangan menjadi ‘tabungan’ bagi hubungan emosi mereka. Jika ‘rekening’ masing-masing sama besarnya, dijamin hubungan akan tetap berlangsung baik di masa depan.
Sayangnya, kebanyakan pasangan tak memperhatikan ‘rekening’ emosi mereka. Tak jarang ketika saling tersadar, kondisi hubungan sudah berada pada saldo minimal, bahkan mungkin minus. Anda tak ingin mengalami seperti ini ‘ kan ?
Pengaruh kehadiran anak
Orang bilang kehidupan rumah tangga bagai gelombang. Ada pasang, ada surut. Coba saja refleksikan kehidupan perkawinan Anda. Pasti ada masa ketika gelombang perkawinan Anda sedang pasang, seperti saat si kecil lahir. Kegembiraan hadirnya anggota keluarga baru, dengan perilakunya yang tak dapat ditebak, membuat kebersamaan Anda dan pasangan terasa erat.
Ketika ada situasi baru yang Anda alami bersama, berbagai hal perlu diatur dan dikerjakan. Emosi dan perhatian Anda berdua memang sedang hot hot -nya tertuju pada si kecil yang lagi lucu-lucunya. Namun, situasi yang membahagiakan ini berlangsung tak lama. Masa surut pun tiba. Perhatian Anda yang tertumpah pada anak bisa saja membuat pasangan iri.
Awalnya, mungkin ia maklum kalau Anda tak menemaninya sarapan. Sayangnya, lama-kelamaan, ia bisa merasa tak mendapat perhatian. Sebaliknya, pasangan juga memperlihatkan sikap tak nyaman dan tak lagi memberikan perhatian yang Anda harapkan. Kalau sudah begitu, pasti Anda bertanya-tanya, “Dia itu sebenarnya masih cinta enggak sih?” Atau, “Kok dia begitu ya?”
Kondisi seperti itu, menurut Claudia Black , psikolog dari Institut terapi Komunikasi di München, Jerman, memicu pasangan menjadi asing satu sama lain, memasang tembok di tengah mereka atau menumpuk kekecewaan dalam ‘rekening’ emosi mereka.
Perlu introspeksi
Ada berbagai cara merawat cinta sejak awal perkawinan. Idealnya, menurut Black, pasangan selalu mengingat alasan mengapa mereka memilih si dia menjadi suami atau istri Anda. Hal lain yang bisa dilakukan adalah mencari waktu agar bisa berduaan tanpa gangguan.
Satu hal yang cukup penting adalah saling menanyakan seberapa penting kehadiran pasangan untuk dirinya dan bagaimana kesan satu sama lain. Jawaban dari pertanyaan ini dapat menguatkan perasaan satu sama lain karena merasa saling dihargai dan dihormati.
Dalam hubungan dengan pasangan, memang, tak jarang terjadi salah paham berkomunikasi. Black menyoroti perbedaan cara wanita dan pria mengungkapkan cinta. Wanita menunjukkan cinta dan perhatian melalui kata-kata. Sebaliknya, pria cenderung mengungkapkannya dalam tindakan kongkret seperti mencuci dan mengurusi mobil agar nyaman ketika bepergian sekeluarga, atau merancang liburan bersama. Perbedaan ini bisa dijembatani dengan mengungkapkan pada pria apa yang diharapkan.
Baik suami maupun istri perlu sering memikirkan bagaimana pasangan melakukan hal-hal yang positif baginya selama ini. Bisa jadi tak ada puluhan SMS, bunga mawar, atau kata-kata puitis yang dikirimnya setiap hari. Yang penting, Anda tak perlu menyangsikan cinta pasangan. Yakinkan diri, dia mencintai Anda seperti Anda mencintainya!
source : Eleonora Bergita