Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono atau yang biasa dikenal dengan Sapardi Djoko Damono. Ia merupakan seorang pujangga berkebangsaan Indonesia. Ia lahir di Surakarta, 20 Maret 1940. Ia dikenal lewat beragam puisi-puisinya yang memakai kata-kata sederhana, sehingga banyak karyanya yang populer, baik di kalangan sastrawan ataupun khalayak umum.
Riwayat Hidup Sapardi Djoko Damono
Masa mudanya ia habiskan di Surakarta. Sapardi bersekolah SD di Sekolah Dasar Kasatrian, kemudian ia meneruskan SMP dan lulus dari SMP Negeri 2 Surakarta pada tahun 1955 dan melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 2 Surakarta, dan lulus pada tahun 1958.
Sapardi menulis puisi sejak dirinya duduk di kelas 2 SMA. Karyanya dimuat pertama kalinya oleh sebuah surat kabar di Semarang. Tidak lama kemudian, karya sastranya yang berupa puisi-puisi banyak diterbitkan di beberapa majalah sastra, majalah budaya serta diterbitkan dalam buku-buku sastra. Kesukaannya menulis ini kemudian berkembang ketika ia menempuh kuliah bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sapardi meraih gelar sarjana sastra pada tahun 1964. Dan Sapardi memperdalam pengetahuannya di Universitas Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat (1970-1971) serta mencapai gelar Doktor dari Universitas Indonesia pada 1989. Mulai sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra yang sekarang bernama Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, tetapi kini sudah pensiun. Ia juga pernah menjadi dekan di sana serta menjadi guru besar. Pada saat itu ia juga menjadi redaktur pada majalah “Horison”, “Basis”, serta “Kalam”.
Sapardi Djoko Damono juga banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1978, Ia menerima Cultural Award dari Australia, Anugerah Puisi Putra dari Malaysia tahun 1983, Mataram Award tahun 1985, tahun 1986 ia memperoleh anugerah SEA Write Award, Anugerah Seni dari Pemerintah Indonesia tahun 1990, Kalyana Kretya tahun 1996 dari Menristek RI, dan Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003.
Salah seorang pendiri Yayasan Lontar ini menikah dengan Wardiningsih serta dikaruniai seorang putra serta seorang putri.
Satu karya besar yang pernah ia buat yaitu kumpulan sajak yang berjudul Perahu Kertas dan memperoleh penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta serta kumpulan sajak Sihir Hujan – yang ditulisnya saat ia sedang sakit – meraih Anugerah Puisi Poetra Malaysia. Kabarnya, hadiah sastra yang berupa uang Rp 6,3 juta saat meraih Anugerah Puisi Poetra Malaysia, langsung dibelanjakannya memborong buku.
Bekas anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ini juga menulis esei serta kritik. Sapardi berpendapat, di dalam karya sastra ada dua segi: tematik serta stilistik (gaya penulisan). Secara gaya, tuturnya, telah ada pembaruan di Indonesia. Namun di dalam tema, belum banyak.
Selain melahirkan puisi-puisi, Sapardi juga aktif menulis esai, kritik sastra, artikel dan menerjemahkan beragam karya sastra asing. Dengan terjemahannya itu, Sapardi memiliki kontribusi penting pada pengembangan sastra di Tanah Air. Selain dia menjembatani karya asing pada pembaca sastra, ia pantas dihargai sebagai orang yang melahirkan bentuk sastra baru.
Sumbangsih Sapardi juga cukup besar pada budaya serta sastra, dengan melakukan riset, menjadi narasumber dalam beragam seminar serta aktif sebagai administrator serta pengajar, dan menjadi dekan Fakultas Sastra UI, Ia juga menjadi penggagas pengajaran mata kuliah Ilmu Budaya Dasar di fakultas sastra.
Sajak-sajak SDD, demikian ia sering dijuluki, sudah diterjemahkan dalam beragam bahasa, termasuk juga bahasa daerah. Ia tak hanya menulis puisi, tetapi juga cerita pendek. Selain itu, ia juga menerjemahkan beragam karya penulis asing, menulis esei, dan menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk juga kolom sepak bola.
Beberapa puisinya sangat terkenal, seperti “Aku Ingin” yang kerapkali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan, Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, serta Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini dikarenakan musikalisasi terhadapnya. Yang populer yaitu oleh Reda Gaudiamo serta Tatyana (tergabung dalam duet “Dua Ibu”). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.
Karya-Karya Sapardi Djoko Damono:
Fiksi (Puisi serta Prosa)
- “Duka-Mu Abadi”, Bandung (1969)
- “Lelaki Tua dan Laut” (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway)
- “Mata Pisau” (1974)
- “Sepilihan Sajak George Seferis” (1975 ; terjemahan karya George Seferis)
- “Puisi Klasik Cina” (1976 ; terjemahan)
- “Lirik Klasik Parsi” (1977 ; terjemahan)
- “Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak” (1982, Pustaka Jaya)
- “Perahu Kertas”(1983)
- “Sihir Hujan” (1984 ; memperoleh penghargaan Puisi Putera II di Malaysia)
- “Water Color Poems” (1986 ; translated by J. H. McGlynn)
- “Suddenly the night : the poetry of Sapardi Djoko Damono” (1988 ; translated by J. H. McGlynn)
- “Afrika yang Resah” (1988 ; terjemahan)
- “Mendorong Jack Kuntikunti : Sepilihan Sajak dari Australia” (1991 ; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama dengan R : F : Brissenden serta David Broks)
- “Hujan Bulan Juni” (1994)
- “Black Magic Rain” (translated by Harry G Aveling)
- “Arloji” (1998)
- “Ayat-ayat Api” (2000)
- “Pengarang Telah Mati” (2001 ; kumpulan cerpen)
- “Mata Jendela” (2002)
- “Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?” (2002)
- “Membunuh Orang Gila” (2003 ; kumpulan cerpen)
- “Nona Koelit Koetjing : Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an – 1910an)” (2005 ; salah seorang penyusun)
- “Mantra Orang Jawa” (2005 ; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
- “Before Dawn : the poetry of Sapardi Djoko Damono” (2005 ; translated by J. H. McGlynn)
- “Kolam” (2009 ; kumpulan puisi)
- “Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita” (2012)
- “Namaku Sita” (2012 ; kumpulan puisi)
- “The Birth of I Lagaligo” (2013 ; puitisasi epos “I La Galigo” terjemahan Muhammad Salim, kumpulan puisi dwibahasa bersama dengan John McGlynn)
- “Hujan Bulan Juni : Sepilihan Sajak” (edisi 1994 yang diperkaya dengan sajak-sajak mulai sejak 1959, 2013 ; kumpulan puisi)
- “Trilogi Soekram” (2015 ; novel)
- “Hujan Bulan Juni” (2015 ; novel)
Musikalisasi Puisi
Musikalisasi puisi karya SDD diawali pada tahun 1987 saat beberapa mahasiswanya membantu program Pusat Bahasa, membuat musikalisasi puisi karya beberapa penyair Indonesia, dalam usaha mengapresiasikan sastra pada siswa SLTA. Waktu itulah tercipta musikalisasi Aku Ingin oleh Ags. Arya Dipayana serta Hujan Bulan Juni oleh H. Umar Muslim. Nantinya, Aku Ingin di aransemen ulang oleh Dwiki Dharmawan serta menjadi bagian “Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti” (1991), dibawakan oleh Ratna Octaviani.
Beberapa tahun selanjutnya lahirlah album “Hujan Bulan Juni” (1990) yang semuanya adalah musikalisasi dari sajak-sajak Sapardi Djoko Damono. Duet Reda Gaudiamo serta Ari Malibu adalah salah satu dari sejumlah penyanyi lain, yang merupakan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Album “Hujan Dalam Komposisi” dirilis pada tahun 1996 dari komunitas yang sama.
Sebagai tindak lanjut atas banyaknya permintaan, album “Gadis Kecil” (2006) diprakarsai oleh duet Dua Ibu, yang terdiri dari Reda Gaudiamo serta Tatyana dirilis, dilanjutkan dengan album “Becoming Dew” (2007) dari duet Reda serta Ari Malibu. Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata “Ars Amatoria” yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD dan karya beberapa penyair lain.
Nonfiksi
- “Sastra Lisan Indonesia” (1983), ditulis bersama dengan Subagio Sastrowardoyo serta A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
- “Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan”
- “Dimensi Mistik dalam Islam” (1986), terjemahan karya Annemarie Schimmel “Mystical Dimension of Islam”, salah seorang penulis.
- “Jejak Realisme dalam Sastra Indonesia” (2004), salah seorang penulis.
- “Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas” (1978).
- “Politik ideologi dan sastra hibrida” (1999).
- “Pegangan Penelitian Sastra Bandingan” (2005).
- “Babad Tanah Jawi” (2005 ; penyunting bersama dengan Sonya Sondakh, terjemahan bahasa Indonesia dari versi bahasa Jawa karya Yasadipura, Balai Pustaka 1939).
- “Bilang Begini, Maksudnya Begitu” (2014), buku apresiasi puisi.