5 Fakta Stockholm Syndrome yang Kerap Dikaitkan dengan Lesti Kejora

5 Fakta Stockholm Syndrome yang Kerap Dikaitkan dengan Lesti Kejora
halodoc.com

Seruni.id – Istilah stockholm syndrome mulai mencuat bersamaan dengan kabar Lesti Kejora yang mencabut laporannya terkait kasus KDRT. Stockholm syndrome merujuk pada sikap korban kekerasan yang tidak merasa kesal atau membenci pelaku, melainkan munculnya rasa simpati pada pelaku. Lantas, bagaimana fenomena ini bisa terjadi? Simak faktanya berikut ini:

5 Fakta Stockholm Syndrome yang Kerap Dikaitkan dengan Lesti Kejora
idntimes.com

 

1. Pengertian Stockholm Syndrome

Stockholm syndrome adalah fenomena psikologis yang kerap terjadi pada korban penculikan atau penyanderaan. Ini merupakan respons psikologis yang biasanya akan muncul ketika korban berada dalam situasi sulit. Bahkan, disebutkan bahwa fenomena ini sebagai salah satu bentuk pertahanan korban terhadap tindak kekerasan yang mereka alami. Sebagai korban mereka merasa lemah dan tidak beradaya dalam situasi tersebut.

Selain itu, hal tersebut juga memungkinkan korban memiliki perasaan yang positif terhadap pelaku. Mungkin awalnya memang ada rasa kesal, tapi lama-kelamaan perasaan itu melunak dan berubah menjadi simpati. Biasanya kondisi ini terjadi pada kasus kekerasan terhadap anak hingga kekerasan dalam rumah tangga.

 

2. Bukan Istilah Baru

Mungkin sebagian orang baru mendengar istilah tersebut. Namun, istilah stockholm syndrome sebenarnya sudah ada sejak 1973 silam. Hal itu bermula ketika terjadi perampokan di salah satu bank di Stockholm, Swedia. Dimana para pelaku bukan hanya melakukan perampokan saja, tapi juga menyekap empat pegawai bank. Keempatnya disandera di salah satu ruang brankas selama enam hari.

Namun menariknya, keempat korban justru punya hubungan emosional yang positif terhadap dua pelaku. Setelah mereka dibebaskan, mereka pun enggan untuk memberikan kesaksian di pengadilan. Bahkan, mereka justru mengumpulkan sejumlah dana demi membela si pelaku.

 

3. Gejala Stockholm Syndrome

Sama seperti gangguan psikologis lainnya, stockholm syndrome juga memiliki beberapa gejala yang harus diperhatikan, di antaranya:

  • Adanya perasaan positif yang muncul pada pelaku kekerasan.
  • Korban justru bersimpati terhadap pelaku, meski ia sudah disakiti.
  • Munculnya perasaan negatif terhadap orang-orang yang berusaha menyelamatkan korban. Seperti polisi, keluarga, maupun pihak berwenang lainnya.
  • Cleveland Clinic menuturkan, bahwa ada sejumlah gejala lainnya yang hampir mirip dengan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), yang meliputi:
  • Korban mudah merasa cemas dan sensitif.
  • Selalu mengenang masa lalu.
  • Tidak bisa menikmati hal-hal yang biasanya ia lakukan.
  • Sulit berkonsentrasi.

 

4. Apa Penyebabnya?

Menjadi korban kekerasan, mungkin akan membuat kita takut dan merasa trauma jika berhadapan dengan pelaku. Namun, tidak dengan mereka yang mengalami kondisi stockholm syndrome. Bukannya takut, mereka justru menunjukkan sikap positif pada pelaku. Biasanya hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:

  • Pelaku dan korban berada dalam situasi dan kesulitan yang sama, misalnya berada di tempat sempat dan kekurangan makanan.
  • Pelaku menunjukkan beberapa hal baik, seperti mengurungkan niat untuk menyakiti para korban.
  • Korban mungkin merasa takut karena sebuah ancaman, tetapi juga tergantung pada pelaku agar bertahan hidup.

 

5. Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Menolong Seseorang dengan Kondisi ini?

Melansir dari IDNTimes, Simply Psychology menuturkan sejumlah cara untuk dapat menolong seseorang yang mengalami stockholm synrome, di antaranya:

  • Biarkan dan dengarkan mereka bercerita, jangan menghakimi. Pasalnya, dengan bercerita mereka sedang berusaha memproses apa yang terjadi pada dirinya.
  • Saat mereka bercerita, tidak perlu meyakinkan korban bahwa tindakan pelaku itu jahat. Karena hal tersebut hanya akan membuat korban semakin membela pelaku.
  • Korban yang mengalami hubungan manipulatif bisa mengalami disonansi kognitif, yang mana korban akan bingung dengan apa yang sedang terjadi. Itu sebabnya, kamu bisa perlahan membantu korban untuk mendukung apa yang benar.
  • Ajak korban untuk mengonsultasikan kondisi ini kepada ahli, seperti psikolog atau psikiater.

Baca Juga: Lesti Kejora Cabut Laporan Kasus KDRT

Demikianlah beberapa fakta seputar stockholm syndrome. Fenomena ini bisa terjadi dalam hubungan kekerasan hingga perdagangan seks. Tetap waspada, ya!