Adnan Menderes, Sang Syahid Azan dari Turki

Ali Adnan Ertekin Menderes. Sumber Gambar: mynet.com

Seruni.id – Ali Adnan Ertekin Menderes atau yang lebih dikenal dengan nama Adnan Menderes, lahir pada tahun 1899, di kota Kocarli, Daulah Utsmaniyah. Di usia mudanya, ia pernah terjun dalam perang kemerdekaan, mengusir tentara Yunani, dan dianugerahi medali kehormatan atas jasanya tersebut. Lantas, bagaimana kisahnya hingga syahid dalam memperjuangkan azan kembali benar berkumandang di Turki?

Related image
Sumber Gambar: m.timeturk.com

Adnan Menderes pernah mengenyam pendidikan di American College, di kota Izmir. Dan menjadi lulusan fakultas Hukum, Ankara University. Republik Turki dideklarasikan pada tahun 1923. Dan satu tahun setelahnya (1924), Daulah Utsmaniyah resmi dibubarkan oleh Mustafa Kemal.

Adnan terjun ke dunia politik, dan diajak Mustafa Kemal untuk bergabung dengan partainya, Republican People’s Party (CHP) di tahun 1931. Tak lama berselang, Mustafa yang berhasil menghapuskan Daulah Utsmaniyah dan terus berupaya memadamkan cahaya Islam di Turki saat berkuasa, meninggal dunia. Tepatnya pada tahun 1938.

Pada tahun 1945, bersama tiga orang kawannya, Adnan dikeluarkan dari CHP, dan mendirikan partai baru, yakni Democrat Party (DP). Pemilu demokratis pertama kali dilaksanakan di Turki pada tahun 1950, berhasil dimenangkan oleh partai besutan Adnan tersebut. DP mengantongi dukungan 52 persen suara.

Kemenangan gemilang itu menjadikan Adnan Menderes sebagai Perdana Menteri kesembilan di Republik Turki. Dan langkah pertama yang ia lakukan sesaat setelah menjadi Perdana Menteri adalah mengembalikan azan ke bahasa aslinya, yakni bahasa Arab.

Setelah sebelumnya selama 18 tahun, di bawah pemerintahan Mustafa, azan dikumandangkan dengan bahasa Turki. Astaghfirullah.

Baca Juga: Ketika Azan Harus Dikumandangkan dengan Bahasa Turki

Adnan juga kembali membuka masjid-masjid yang sebelumnya ditutup saat masa kepemimpinan Mustafa. Bahkan Adnan mendirikan sekolah yang juga mengajarkan bahasa Arab. Ia juga mengizinkan rakyat Turki untuk pergi ibadah ke tanah suci, dan meningkatkan hubungannya dengan negara-negara Islam lain.

Pada tahun 1956, Adnan mengusir duta besar Israel dari Turki. Kebijakannya yang pro-Islam ini membuat Adnan tidak disukai banyak pihak. Padahal, di bidang ekonomi, ia berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi Turki. Hal ini pun membuat rakyat semakin cinta dan mendukungnya.

Bahkan, pada pemilu berikutnya, yakni di tahun 1954 dan 1957, Adnan dan partainya kembali berhasil meraih kemenangan. Bersama partainya (DP), Adnan berhasil mengalahkan dan menumbangkan partai yang pernah didirikan oleh Mustafa, (CHP).

Pada tanggal 17 Februari 1959, pesawat yang ditumpangi oleh Adnan, Turkish Airlines, yang terbang dari Istanbul menuju Inggris, mengalami kecelakaan. Dan dari total 24 penumpang dan awak pesawat, Adnan Menderes selamat dari kecelakaan, sementara 14 orang lainnya meninggal dunia.

Namun, di tahun 1960, kaum sekuler pengikut setia Mustafa, membuat rencana jahat, dan berupaya untuk menjatuhkan Adnan.

Ia dituduh melakukan korupsi, menyalahgunakan jabatan, hingga melakukan pelanggaran HAM terhadap demonstran yang tak suka padanya. Hingga pada tanggal 27 Mei 1960, militer yang dipimpin oleh Jendral Cemal Gursel, melakukan kudeta pada pemerintahan Adnan. Partainya pun (DP) dibubarkan.

“Rakyat (Turki) yang tercinta, tengah malam tadi, pasukan tentara telah mengambil alih pemerintahan seluruh negeri ini,” ucap Adnan.

Media-media pro-Mustafa pun menuliskan artikel yang mendukung aksi kudeta, dan ikut menjatuhkan nama Adnan Menderes. Hingga ia pun dicopot dari jabatannya, dan dipenjara. Akhirnya, pada tanggal 17 September 1961, Adnan dihukum gantung.

Dua orang menterinya, yakni Fatin Rustu Zorlu (Menteri Luar Negeri) dan Hasan Polatkan (Menteri Keuangan) juga dihukum gantung. Salah satu alasan dia dihukum gantung adalah untuk menghancurkan keyakinan rakyat Turki, yang saat itu meyakini bahwa Adnan dilindungi oleh Allah SWT, karena ia pernah selamat dalam kecelakaan pesawat.

Dan sebelum dieksekusi, Adnan mengatakan pada tentara yang menghukumnya, “Maukah engkau mengatakan pada tuanmu itu, bahwa saya mati dalam keadaan terhormat?” ucap Adnan. Detik-detik pelaksanaan hukuman gantung terhadap Adnan Menderes tergambar dalam serial Turki, berjudul Ben Uno Cok Sevdim (2013).

“Asyhadu allaa ilaaha illAllah. Wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh,” ucap Adnan sesaat sebelum ia digantung.

Related image
Sumber Gambar: taceddinozeren.com

Adnan Menderes, sang pejuang yang mengembalikan azan dan nila-nilai Islam di tanah Turki, kemudian syahid di tiang gantungan. Namun, pada tanggal 17 September 1990, yakni 29 tahun setelah kematiannya, Perdana Menteri, Turgut Ozal, mengembalikan kehormatan Adnan dan menteri-menterinya.

Makam mereka dipindahkan dari tempat eksekusi, pulai Imrali di laut Marmara, ke sebuah mausoleum di kota Istanbul, Turki. Nama Adnan pun diabadikan menjadi nama sebuah universitas di kota Aydin (Adnan Menderes Universitesi). Bahkan juga dijadikan sebagai nama bandara internasional di kota Izmir, dan nama beberapa jalanan di kota-kota Turki.

Image result for Recep Tayyip Erdoğan
Sumber Gambar: sabah.com.tr

“Kami merealisasikan impian Adnan Menderes. Mungkin mereka telah mengeksekusinya, tapi ia tidak akan pernah terlupakan. Dia bersemayam dalam hati kamu,” ucap Erdogan, 2014.

Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini adalah kaum sekuler tidak akan pernah rela jika ada sosok pemimpin Muslim yang mengabdi untuk agamanya. Meskipun pemimpin Muslim tersebut terpilih secara demokratis melalui pemilu. Meskipun pemimpin Muslim tersebut berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, hingga rakyat pun cinta padanya.

Melalui lisan yang kerap mereka lontarkan, senantiasa terpancar kebencian. Dan dalam hati mereka, kebencian itu membara jauh lebih besar. Itulah sebabnya mereka menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan, mencopot, dan menjauhkan pemimpin Muslim tersebut dari kursi kekuasaan.

Contoh lainnya nampak jelas dari Parta FIS (Front Islamique du Salut) yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dalam pemilu di Aljazair tahun 1990. Namun, mereka tetap dikudeta dan dibubarkan.

Atau King Faisal bin Abdul Aziz Al-Saud (1906-1975), raja Arab Saudi yang pernah mengancam menyerang Israel dan mengembargo Minyak untuk Amerika Serikat itu juga dibunuh.

Di sisi lain, Muhammad Zia ul-Haq (1924-1988), presiden Pakistan keenam, yang mendukung mujahid Afghanistan melawan Uni Soviet pun dibunuh melalui sebuah kecelakaan pesawat. Partai Refah di Turki yang didirikan oleh tokoh Muslim, Prof. Necmettin Erbankan, yang memenangkan pemilu tahun 1996, juga dikudeta dan dibubarkan.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Cordova Media [Backup] (@cordovamediaid) on

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat [Kami], jika kamu memahaminya.” (QS. Ali Imran: 118).