Demam Ten Years Challenge di Masyarakat, Apa Manfaatnya?

Seruni.id – Baru-baru ini kita saksikan di sosial media masyarakat maupun public figure juga para tokoh masyarakat berisi unggahan tentang Ten Years Challenge.  Saking banyaknya masyarakat yang mengikuti tantangan ini, bahkan sampai ke twitter, membuat tantangan ini menjadi trending topic global atau dikenal dengan istilah viral.

Apa sih sebenarnya Ten Years Challenge ini? Awalnya tantangan ini ramai diunggah di instagram, yang isinya adalah grid foto yang terdiri dari foto 10 tahun lalu yaitu tahun 2009, dan foto tahun ini, yaitu tahun 2019. Selain menggunggah foto 10 tahun sebelumnya yang disandingkan dengan foto saat ini , para pengguna sosial media juga menambahkan caption yang berisi kenangan mereka 10 tahun lalu sesuai dengan foto yang mereka unggah dan perbedaannya dengan foto dan kenyataan yang terjadi saat ini.

Mereka biasanya mengulas tentang foto dan kenangan 10 tahun lalu yang masih single lalu kini berubah status menjadi double, yang tadinya kurus kemudian mengembang, yang tadinya belum memiliki anak, kemudian kini sudah beranak pinak, yang tadinya 10 tahun lalu belum ada kerutan, namun kini sudah mulai banyak kerutannya, 10 tahun lalu rambut masih hitam legam, namun kini menjadi hitam putih, dan banyak lagi kenangan lainnya.

Namun sesungguhnya apakah ada manfaatnya dari tantangan ini? Walaupun banyak orang yang berkomentar buruk atau menuduh alay bagi orang-orang yang mengikuti tantangan ini, namun dilansir dari laman https://tirto.id,  ternyata berbagi kenangan di masa lalu menurut psikolog juga bisa membantu menciptakan dan mempertahankan identitas individu.

Dengan menceritakan kisah yang lucu, bahagia maupun sedih, kita menjadi berbagi perasaan gembira atau pengakuan akan kesulitan yang diatasi, besar atau kecil.

Dengan bercerita tentang kenangan di masa lalu, akhirnya orang-orang bisa saling mengetahui dan saling memiliki.

Beberapa keluarga mengaku mereka dipersatukan oleh kenangan-kenangan yang diceritakan setiap kali mereka berkumpul.

Selain kita bisa memberi pengetahuan kepada orang lain, membagi kenangan masa lalu juga bisa membantu anak-anak cara mengingat.

Penelitan yang dilakukan oleh Robin Fivush dan rekan-rekannya menemukan bahwa cara orang tua dan orang lain berbicara kepada anak-anak tentang masa lalu sangat penting untuk perkembangan memori mereka.

Salah satu cara terbaik adalah dengan menggunakan apa yang para peneliti sebut gaya “elaboratif tinggi”.

Hal ini akan mendorong anak-anak untuk berkontribusi dengan pertanyaan terbuka seperti siapa, apa, mengapa, bagaimana, dan memperluas serta menambahkan struktur pada respons anak yang terkadang terbatas.

Bersama-sama, orang tua dan anak kemudian dapat bersama-sama menceritakan kisah kenangan yang kaya, penuh dan dapat dipahami.

Tidak mengherankan, anak-anak yang orang tuanya menggunakan gaya pengingatan elaboratif ini kemudian menunjukkan ingatan yang lebih kuat dan lebih rinci tentang pengalaman masa lalu mereka sendiri.

Berbagi kenangan juga dapat menancapkan atau memperkuat memori seiring bertambahnya usia.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah, seharusnya tantangan ini menjadi perenungan bagi kita yang tidak perlu diumbar. Apakah kualitas keimanan kita semakin bertambah setelah 10 tahun berlalu, apakah surat-surat yang kita baca dalam sholat kita menjadi lebih beragam, tidak hanya itu-itu saja, dan lain sebagainya. Jangan sampai unggahan kita justru malah membuka aib lama kita, misalnya 10 tahun lalu belum berhijab, namun demi tantangan ini, kita menjadi menggugah aurat kita yang terbuka. Atau jangan sampai unggahan  kita melukai perasaan orang lain terkait dengan masa lalu yang kita sebar.

Jadi bijaklah dalam bersosial media, karena segala yang kita perbuat di dunia ini, pasti akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah di akhirat nanti.

Semoga bermanfaat.

Anggraini